Sabtu, 13 September 2025

Mahkamah Agung: Hanya 8 Persen PK Koruptor yang Dikabulkan

"Menurut data yang ada, hanya 8 persen yang memang dikabulkan, jadi masih ada 92 persen yang ditolak," kata Andi.

net
Ilustrasi palu hakim 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyebut hanya 8 persen permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi kemudian dikabulkan majelis hakim PK.

Dengan demikian, MA menepis anggapan bahwa PK menjadi modus koruptor agar hukumannya berkurang.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro dalam Diskusi Jurnalis Lawan Korupsi: PK Jangan Jadi Suaka yang disiarkan secara daring, Jumat (22/1/2021).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Putus 12 Perkara Pengujian UU Besok

"Menurut data yang ada, hanya 8 persen yang memang dikabulkan, jadi masih ada 92 persen yang ditolak," kata Andi.

Andi yang juga juru bicara MA ini menegaskan, dalam memutuskan suatu perkara majelis hakim, termasuk majelis hakim PK tidak dapat diintervensi oleh siapapun, bahkan oleh ketua MA.

Untuk itu, maraknya pemotongan masa hukuman terpidana korupsi melalui putusan PK tak dapat disimpulkan sebagai pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Andi menegaskan, MA mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi.

Di sisi lain, Andi menyatakan, sebagai lembaga peradilan, tugas MA tidak sekadar menegakkan hukum dengan memberikan efek jera tetapi juga menegakkan keadilan, termasuk keadilan bagi terpidana kasus korupsi.

Baca juga: KPK Ungkap Ada 65 Koruptor Ajukan PK Sepanjang 2020

"Kami mempertimbangkan semua, kami sinergikan semua kemudian melahirkan sebuah putusan berdasarkan ya kami akan pertimbangkan juga, kami tidak gegabah begitu, kami juga pertimbangan pada hati nurani, apakah ini sudah adil, apakah ini sudah tepat," katanya.

Andi membeberkan sejumlah pertimbangan yang dapat membuat majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan PK terpidana korupsi.

Salah satunya, adanya disparitas pada pemidanaan yang umumnya terjadi pada perkara tindak pidana yang dilakukan beberapa orang.

Mantan ketua kamar pengawasan MA ini menyebut pihaknya beberapa kali hukuman seorang terpidana dipukul rata dengan terpidana lainnya.

Padahal dalam perkara itu, terpidana tersebut telah mengembalikan suap yang diterima atau perbuatan lain yang dapat meringankan hukuman.

"Bahwa ya jadi terjadi diskriminasi hukum, menimbulkan ketidakadilan, ya bagaimana MA memutus perkara kasasi, kendati majelis hakim berbeda kok berbeda-beda. Ini lah yang antara lain yang dijadikan alasan untuk mengajukan PK. Nah kalau diajukan PK perkara yang demikian itu ya majelis hakim PK itu ya tetap akan mempertimbangkan," kata Andi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan