Gejolak di Partai Demokrat
Moeldoko Dinilai Telah Mencoreng Jokowi karena Jadi Ketum Demokrat, Harus Dipecat Secara Tak Hormat
Keterlibatan Moeldoko dalam kudeta Partai Demokrat dinilai telah mencoreng wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Citra Agusta Putri Anastasia
TRIBUNNEWS.COM - Ditetapkannya Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menjadi Ketua Umum Partai Demokrat oleh kubu yang kontra dengan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dinilai telah mencoreng wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Karena itu, Pangi menilai, seharusnya Jokowi mengevaluasi Moeldoko terkait aksi politik yang dilakukan oleh anak buahnya tersebut.
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, Pangi juga mengatakan Jokowi wajib memecat Moeldoko secara tak hormat dari jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan.

“Sehingga memecat secara tidak hormat Moeldoko dari posisinya sebagai KSP harus dilakukan."
Baca juga: Soal KLB Demokrat, Menkumham: Tolong Pak SBY Jangan Tuding-tuding Pemerintah
Baca juga: Kader Sebut Banyak Suara Hantu di KLB Partai Demokrat Sumatera Utara
"Ini sudah mencoreng wajah Presiden, menjadi beban Istana, karena beliau pejabat negara (di lingkaran Istana),” ujar Pangi, Selasa (9/3/2021).
Pangi mengaku khawatir jika aksi pembajakan seperti yang dilakukan Moeldoko dibiarkan, bisa dilakukan pejabat pemerintah lainnya.
Hal ini tentu akan merusak sistem kepartaian yang menunjang demokrasi saat ini.
Lebih lanjut, Pangi menyarankan agar Jokowi menyatakan ketidakterlibatannya dalam aksi pembajakan yang dilakukan Moeldoko.
Jika Jokowi tetap diam, ujar Pangi, justru akan menguatkan dugaan keterlibatan Istana dalam konflik Demokrat.
Sebagai bentuk ketegasan Istana tak terlibat, Pangi menyebut pemerintah bisa menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak mengikuti aturan AD/ART partai.
Hal ini dilakukan sebagai tindakan pemerintah untuk meyakinkan tak adanya dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai Demokrat.
“Pemerintah juga harus meyakinkan tidak ada dualisme kepengurusan dengan menolak memberikan legitimasi, menolak mengesahkan KLB ilegal karena tak ikut aturan AD/ART partai yang sudah didaftarkan pada lembar dokumen negara tahun 2020,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021).
Moeldoko Tak Pernah Berpikir Jadi Ketum

Baca juga: Enam Mantan Kader Gugat AHY, Salah satunya Marzuki Alie, Demokrat: Mereka Sendiri Tak Percaya Diri
Baca juga: Nama Nazaruddin Dicatut, Beri Rp 5 Juta ke Peserta KLB, Demokrat Kubu AHY: Uang Darimana?
Mantan kader Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun, menegaskan pihaknya lah yang meminta Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, untuk menjadi Ketua Umum Partai.
Dilansir Kompas.com, Jhoni mengatakan Moeldoko selama ini tak pernah berpikir untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
"Bapak Jenderal Doktor Haji Moeldoko tidak pernah berpikir menjadi ketua umum Partai Demokrat."
"Kenapa saya katakan begitu, karena kamilah yang datang meminang," kata Jhoni, Senin (8/3/2021).
Ia menambahkan, pihaknya meminta Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat karena merasa ada krisis kepemimpinan dan demokrasi dalam partai berlambang Mercy tersebut.
Jhoni pun membeberkan alasan mengapa pihaknya memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Ia menilai Moeldoko merupakan seorang jenderal yang potensial dan tak memiliki cacat dalam karier militernya.
Tak hanya itu, Moeldoko dianggap memiliki kepribadian yang simpati dan menghargai orang lain.
"Lebih kepada kepribadiannya yang sangat simpati, menghargai orang, bahkan menghargai bawahannya."
"Padahal beliau adalah seorang bintang empat, bintang yang tertinggi di dalam karier kemiliteran," tuturnya.
Baca juga: Partai Demokrat Kisruh, KPU: Pada Prinsipnya Kami Turut Prihatin
Baca juga: Profil Apri Sujadi, Bupati Bintan yang Dipecat dari Kader Demokrat oleh AHY karena Menghadiri KLB
Ia pun menegaskan, terpilihnya Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat lewat KLB Deli Serdang tidak berkaitan dengan jabatannya di pemerintahan.
AHY Masih Menghormati Moeldoko

Meski kepemimpinannya telah dikudeta, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku tak memiliki dendam pribadi pada Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
AHY menyatakan dirinya masih dan tetap menghormati mantan panglima TNI tersebut.
"Saya tetap hormat, itulah tradisi keprajuritan yang kami junjung tinggi di militer."
"One a soldier, always a soldier," ujar AHY dalam konferensi pers bertajuk Menguak Kebenaran: Testimoni Peserta KLB Abal-abal, Senin (8/3/2021), dilansir Kompas.com.
"Tetapi kami bermohon, kebesaran hati, untuk bisa menyadari bahwa apa yang telah terjadi dan apa yang dilakukannya memang telah menyakiti ratusan ribu bahkan jutaan kader dan simpatisan Partai Demokrat," imbuh dia.
Meski begitu, AHY tak menampik rasa kecewanya terhadap aksi Moeldoko yang terlibat dalam kudeta Partai Demokrat.
Namun, AHY mengaku dirinya secara pribadi telah memaafkan Moeldoko.
"Terhadap KSP Moeldoko. Secara pribadi, saya tidak ada masalah dengan beliau."
Baca juga: Disebut Ikut Danai KLB, Wasekjen Demokrat Sindir Nazaruddin: Uangnya Masih Banyak, Darimana?
Baca juga: Testimoni Kader Demokrat yang Hadir di KLB Deliserdang ke AHY: Saya Diimingi Uang Rp 100 Juta
"Tapi jujur, yang membuat saya kecewa, karena suka atau tidak suka, beliau terlibat dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat," katanya, mengutip Kompas.com.
"Tapi sebagai manusia biasa, tentu kita semua ada kurang dan salah-salahnya."
"Untuk itu, apabila beliau menyadari kekeliruannya, saya pribadi tentu memaafkannya," tandasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim/Ardito Ramadhan/Nicholas Ryan Aditya)