Mabes Polri Diserang Teroris
Cerita Mantan Napi Teroris Ungkap Temannya Ditinggal Istri Karena Menolak Gabung Kelompok Teror
Mantan narapidana terorisme, Haris Amir Falah, bercerita bahwa dulu kelompok teroris tidak melibatkan wanita dan anak-anak dalam melancarkan aksi.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan narapidana terorisme, Haris Amir Falah, bercerita bahwa dulu kelompok teroris tidak melibatkan wanita dan anak-anak dalam melancarkan aksi.
Sebagaimana diketahui, sejumlah aksi terorisme yang terjadi belakangan ini melibatkan wanita serta anak-anak.
Seperti bom Surabaya (pelaku sekeluarga), Makassar (pasangan suami istri), dan Mabes Polri (wanita).
"Saya terakhir (bergabung kelompok terorisme) 2010, saya ditangkap, ya. Ini memang trennya justru dulu tidak ada. Artinya wanita itu tidak kami sertakan, apalagi anak-anak," kata Haris dalam diskusi Polemik 'Bersatu Melawan Teror', Sabtu (3/4/2021).
Baca juga: Mantan Napi Teroris Ungkap Kesamaan Pandangan Pelaku Teror di Makassar dan Mabes Polri
Kendati demikian, Haris berpendapat bahwa saat ini tren pelaku terorisme ialah wanita.
Bahkan, laki-laki sudah kalah jauh dibanding perempuan dalam aksi terorisme.
"Dari temuan saya di lapangan itu, justru wanita itu lebih militan daripada laki-laki. Banyak yang suaminya ikut, bukan karena suaminya yang ngajak istrinya, tetapi justru istrinya yang ngajak suaminya," ujarnya.
Baca juga: BIN: Milenial Jadi Target Utama Rekrutmen Kelompok Teroris
Haris mencontohkan salah satu temannya di kawasan Jakarta Selatan terpaksa ditinggal istrinya.
Sebab, temannya itu tidak mau mengikuti keinginan sang istri masuk dalam kelompok terorisme.
"Dia dianggap kafir, tidak mau ikut JAD," kata Haris.
Ia juga menilai aksi terorisme di Komplek Mabes Polri yang dilakukan ZA usia 25 tahun membutuhkan keberanian yang besar.
"Jadi memang ini luar biasa munculnya wanita yang terakhir, begitu nekatnya di Mabes Polri," kata Haris.
Milenial Jadi Target Utama Rekrutmen Kelompok Teroris
Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan generasi milenial menjadi target utama perekrutan kelompok teroris.
Terlebih, saat ini kelompok-kelompok teroris menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan paham sesatnya.
"Memang milenial ini menjadi target utama dari mereka," ujar Deputi VII BIN Wawan Purwanto dalam diskusi Polemik 'Bersatu Melawan Teror', Sabtu (3/4/2021).
Kata Wawan, paham radikalisme menyusup kepada generasi milenial, terutama yang tidak kritis atau menelan setiap informasi yang diterimanya, termasuk ajaran sesat.
Baca juga: Mantan Napi Teroris Ungkap Kesamaan Pandangan Pelaku Teror di Makassar dan Mabes Polri
Untuk itu, BIN mendorong agar generasi milenial, maupun pihak lain yang berada di dekat kaum milenial baik orangtua, guru dan lainnya selalu melakukan memeriksa, memeriksa ulang dan memeriksa silang setiap informasi yang diperoleh.
"Serta juga tanyakan pada ahlinya dengan maksud supaya kajian ini komprehensif. Apakah asbabun nuzul, sebab turunnya mahzab itu cocok. Sebab mereka sering menyitir ayat-ayat di medan perang bukan ke medan damai. Tekstual tanpa melihat sebabnya turunnya ayat ini sungguh berbahaya," katanya.
Sebagaimana diketahui, serangan teror bom bunuh diri di Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021) melibatkan pasangan suami istri berusia muda.
Baca juga: Komisi III DPR Minta Kapolri, BIN, Hingga BNPT Usut Tuntas Kasus Teror di Makassar dan Mabes Polri
Sementara, serangan ke Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021) dilakukan seorang wanita yang juga masih berusia 25 tahun.
Dengan kondisi tersebut, Wawan mengatakan, orangtua berperan penting untuk mengawasi anak-anak mereka.
Hal ini lantaran orangtua mengetahui watak anak.
"Yang biasanya riang jadi pemurung, yang biasanya nggak pergi kemana-mana tahu-tahu pulang minta uang. Dia hanya berbicara dengan networking yang ada di media sosial. Karena dia didrive di situ untuk melakukan apapun yang mereka bisa lakukan terkait dengan entah itu perakitan bom dan juga diisi dari pemikiran-pemikiran yang keliru dan juga pembenaran dari gerakannya itu," katanya.
Baca juga: Kementerian PPPA: Perempuan Rentan Terjerumus Aksi Radikalisme dan Terorisme
BIN, tutur Wawan, juga terus melakukan patroli siber.
Hal ini sebagai bagian mencegah penyebarluasan paham-paham radikal melalui dunia maya.
"Banyak juga yang kita ingatkan," tuturnya.
Wawan menambahkan alasan generasi milenial menjadi target utama perekrutan oleh kelompok teroris.
Wawan mengatakan, kelompok milenial tidak banyak tanggungan, lebih berani dan emosional.
"Dan lebih berpikir pragmatis apalagi ada iming-iming masuk surga dan lain-lain," kata Wawan.