Rabu, 3 September 2025

Data Kependudukan Bocor

Kominfo dan BSSN Telusuri Dugaan Bocornya Data Pribadi Penduduk yang Identik Milik BPJS Kesehatan

Kominfo masih menelusuri dugaan kebocoran data pribadi penduduk Indonesia yang identik milik BPJS Kesehatan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
ist
diskusi Polemik bertajuk 'Darurat Perlindungan Data Pribadi', Sabtu (29/5/2021). 

Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto pun meminta masyarakat untuk tidak panik. Ia mengatakan bahwa pihaknya juga telah meminta Direksi BPJS Kesehatan untuk melakukan penelusuran mendalam terkait benar atau tidaknya kabar kebocoran data itu.

"Kami meminta masyarakat untuk tetap yakin dan percaya bahwa BPJS Kesehatan akan tetap memberikan layanan yang sebaik-baiknya bagi seluruh peserta.

Tidak perlu ada keraguan peserta dalam penggunaan layanan kesehatan yang telah dijamin melalui program jaminan kesehatan nasional," tegas Yurianto.

Pihaknya juga meminta Direksi BPJS Kesehatan segera menyiapkan rencana kontijensi dengan pendekatan business continuity management.

Baca juga: Muhadjir Jamin Pelayanan BPJS Kesehatan Tetap Aman di Tengah Isu Kebocoran Data

Ini dilakukan untuk menekan dampak yang terjadi akibat kasus ini serta memulihkan keamanan data peserta. Selain itu, BPJS Kesehatan diharapkan menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko atas potensi risiko lanjutan yang dapat ditimbulkan akibat peristiwa ini.

Butuh Waktu

Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto meminta masyarakat bersabar terkait penyelidikan kasus kebocoran 279 juta data penduduk Indonesia.

"Sabar ya dalam pelaksanaan tugas kan butuh waktu," kata Agus saat dikonfirmasi.

Ia menjelaskan penyidik masih bekerja sama dengan berbagai pihak agar menyelesaikan kasus tersebut. Namun, Agus masih enggan membocorkan perkembangan penyelidikan yang tengah ditangani Polri.

"Prinsip kita kerja sama dengan semua pihak terkait untuk mengungkap kejadian ini," jelas dia.

Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menyampaikan pihaknya juga meminta masyarakat untuk menunggu penyelidikan yang dilakukan Polri. "Kita sama-sama tunggu, kerja penyidik. Jika ada perkembangan akan saya infokan," tukas dia.

Sebagai informasi, Polri telah membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan untuk kasus kebocoran 279 juta data penduduk Indonesia. Data yang bocor itu diduga berasal dari BPJS Kesehatan.

Data tersebut diduga bocor dan diperjualbelikan di forum internet. Data itu mencakup nomor induk kependudukan, kartu tanda penduduk (KTP), nomor telepon, email, nama, alamat, hingga gaji.

Sejauh ini pada Senin (24/5), penyidik sedang memeriksa pejabat BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan operasional teknologi di perusahaan pelat merah tersebut.

Fraksi PAN DPR RI mendorong Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) segera disahkan. Hal itu disampaikan anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN Farah Puteri Nahlia merespons dugaan kebocoran data penduduk Indonesia dari BPJS Kesehatan.

"Kejadian kebocoran data pribadi bukan yang pertama di Indonesia, ini mengapa pentingnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi harus segera diselesaikan," kata Farah.

Farah menilai, apa yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saat ini hanya sekadar langkah antisipatif, namun itu tidak menyelesaikan masalah.

Menurutnya kejadian ini merupakan alarm betapa pentingnya otoritas perlindungan data pribadi independen di Indonesia.

"Lembaga ini menjadi salah satu aktor kunci yang berfungsi sebagai ujung tombak regulator di bidang privasi dan perlindungan data," ujarnya.

Selain itu, Fraksi PAN mendorong Kominfo segera menemukan solusi yang tidak hanya sekadar pemblokiran situs penyedia jasa jual beli data.

Namun juga diperlukan investigasi dari hulu ke hilir dengan pendekatan multi-stakeholder untuk memperkaya analisis resiko dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan dan pencurian data.

"Jika merujuk pada pasal 64 ayat 2 RUU PDP jelas tertulis setiap orang yang dengan sengaja menjual atau membeli Data Pribadi dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)," ucapnya.

Lebih lanjut, Farah mengimbau setiap diri pribadi untuk meningkatkan kesadaran dalam melindungi data pribadinya.

"Saling mengingatkan mengenai data apa yang perlu dan tidak perlu untuk di share untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi seperti penipuan dan kekerasan berbasis gender online," pungkasnya.(Tribun Network/fit/igm/mam/wly)

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan