Virus Corona
Soal Vaksin Berbayar, Stafsus Menteri BUMN Bantah Ingin Habiskan Jatah Vaksin agar Tak Merugi
Jubir Menteri BUMN Arya Sinulingga buka suara soal vaksin berbayar, ia membantah BUMN ingin habiskan jatah vaksin yang sudah dibeli agar tidak merugi
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus (Stafsus) Kementerian BUMN, Arya Sinulingga, buka suara terkait pro kontra vaksinasi Covid-19 individu atau berbayar yang disediakan oleh PT Kimia Farma (Persero).
Menurut Arya, disediakannya vaksin berbayar ini lantaran adanya orang yang menginginkannya.
Ia menjelaskan, selama ini orang-orang tersebut kesulitan untuk mendapat akses vaksin berbayar.
"Ini ada orang-orang yang ingin mengakses vaksin secara individu yang selama ini susah," kata Arya, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin (12/7/2021).
Baca juga: Respons PKS Sikapi Vaksin Covid-19 Berbayar: Jangan Mencari Untung Dari Rakyat
Ia juga menjelaskan, persoalan program vaksin berbayar ini berbeda dengan vaksin gratis.
Pasalnya, masyarakat sangat mudah untuk mengakses vaksin gratis.
Namun terkait banyaknya masyarakat yang mengantre vaksin gratis, ia menilai hal itu karena kekhawatiran tidak mendapat vaksin.
"Yang dikasih gratis itu beda lagi, kalau masyarakat susah mengakses vaksin gratis, itu boleh jadi perdebatan dan panjang."

"Tapi sangat mudah bagi rakyat mengaksesnya. Orang yang mengantre itu karena takut ngga dapat vaksin padahal vaksinnya tersedia," ungkapnya.
Arya menyebut, vaksin yang dijual oleh perusahaan di BUMN kepada negara dan kepada individu sama saja.
Sebab keduanya sama-sama membayar untuk mendapatkan vaksin yang disediakan oleh perusahaan di BUMN.
Baca juga: BREAKING NEWS, Kimia Farma Tunda Layanan Vaksin COVID-19 Berbayar
"Kalau BUMN jual vaksinnya ke negara, emang nggak beli negara ke BUMN? Artinya mau dijual ke individu atau ke negara sama saja," jelasnya.
Arya pun membatah, penjualan vaksin dilakukan supaya menghabiskan jatah vaksin yang dibeli perusahaan BUMN agar tidak merugi.
Sebab, menurutnya, vaksin-vaksin yang sudah dibeli itu bisa langsung dijual kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Nggak lah, kami bisa aja kasih ke Kemenkes, apa susahnya," ungkap Arya.
YLKI Anggap Vaksin Berbayar Tak Etis
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menanggapi adanya informasi vaksin berbayar untuk perorangan atau individu.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengaku menolak vaksin gotong royong berbayar yang disediakan di klinik tertentu.
Menurutnya, pilihan untuk membayar vaksin di tengah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tidak etis.
"Vaksin berbayar itu tidak etis, di tengah pandemi yang sedang mengganas. Karena itu, vaksin berbayar harus ditolak," kata Tulus dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (11/7/2021).
Baca juga: Vaksin Covid-19 Berbayar, PKS Nilai Pemerintah Inkonsisten dalam Regulasi
Dia menilai, kebijakan ini bisa jadi hanya membuat masyarakat malas untuk melakukan vaksinasi.
Menurutnya, yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar.
"Dan juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar, dan ada vaksin gratis. Dari sisi komunikasi publik sangat jelek," tutur Tulus.
YLKI memandang, vaksin berbayar juga bisa menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, dan yang gratis lebih buruk kualitasnya.

Di banyak negara, justru masyarakat yang mau divaksinasi Covid-19, diberikan hadiah oleh pemerintahnya.
Ini dengan maksud agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin.
"Jadi bukan malah disuruh membayar," imbuhnya.
YLKI pun mendesak agar vaksin gotong royong berbayar untuk kategori individu dibatalkan.
Baca juga: Nusron Wahid: Sebaiknya Tidak Ributkan Vaksin Gotong Royong Berbayar
Ia meminta kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual.
Diketahui, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan perubahan mengenai pelaksanaan vaksin gotong royong dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.19/2021.
Permen tersebut menyebut setiap individu atau orang perseorangan dapat mengakses vaksinasi Covid-19.
Program vaksinasi untuk individu itu baru dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan milik Kimia Farma di delapan titik wilayah Jawa dan Bali.
Vaksin Berbayar Dimulai di 8 Klinik pada Hari Ini Senin, 12 Juli 2021
Sebelumnya diberitakan, PT Kimia Farma (Persero) mulai melayani vaksinasi Covid-19 individu atau berbayar pada hari ini, Senin (12/7/2021).
Harga pembelian vaksin telah ditetapkan sebesar Rp 321.660 per dosis dan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis.
Direktur Utama Kimia Farma, Verdi Budidarmo menjelaskan, di tahap awal, program ini baru menyentuh 6 kota dengan 8 klinik.
Namun secara perlahan, perusahaan farmasi pelat merah itu akan memperluas jangkauannya.
Termasuk ke pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar.
Ia pun mengatakan, saat ini adalah saat yang tepat untuk melakukan vaksinasi individu atau berbayar, seiring dengan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Calon peserta vaksinasi nantinya akan mengikuti prosedur yang segera dipublikasikan dengan biaya sesuai yang ditetapkan pemerintah.
"Kami siap memberikan layanan vaksinasi Individu melalui klinik-klinik kami di seluruh wilayah Indonesia."
Baca juga: Percepatan Vaksinasi Covid-19: Bersama Pemprov DKI, Magenta Mediatama Siapkan Mobil Vaksin Keliling
"Dalam tahap pertama, kami baru memberikan pelayanan ini di delapan klinik di Jawa dan Bali," ujar Verdi.
Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Kimia Farma Diagnostik Agus Chandra menyebut, akan ada 8 klinik yang akan melayani vaksinasi berbayar.
Ke-8 klinik tersebut berada di daerah Jawa dan Bali.
"Total kapasitas VGR individu dari delapan klinik ini sebanyak 1.700 peserta per hari," kata Agus, dikutip dari Kompas.com.
Berikut daftar 8 klinik perusahaan di Jawa dan Bali yang akan melayani vaksinasi berbayar:
1. Jakarta KF Senen, kapasitas 200 orang per hari
2. Jakarta KF Pulogadung, kapasitas 200 orang per hari
3. Jakarta KF Blok M, kapasitas 100-200 orang per hari
4. Bandung KF Supratman (Drive Thru), kapasitas 200 orang per hari
5. Semarang KF Citarum, kapasitas 100 orang per hari
6. Solo KF Sukoharjo, kapasitas 500 orang per hari
7. Surabaya KF Sedati, kapasitas 200 orang per hari
8. Bali KF Batubulan, kapasitas 100 orang per hari.
(Tribunnews.com/Maliana/Reynas Abdila, Kompas.com/Ade Miranti Karunia)