Jumat, 22 Agustus 2025

Penyidik KPK Memeras

Ultimatum Eks Penyidik KPK ke Usman Effendi: Senin Tidak Dibayar, Bapak Tersangka

Robin Pattuju menerima Rp252,5 juta sementara Markus dapat Rp272,5 juta dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi untuk menghentikan perkaranya.

Tribunnews/Irwan Rismawan
Mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/7/2021). Stepanus Robin Pattuju diperiksa terkait kasus dugaan suap uang sebesar Rp 1,3 miliar dari tersangka Wali Kota Tanjungbalai 2020-2021, Syahrial. Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju pernah mengultimatum Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi untuk menghentikan perkaranya.

Usman diketahui terjerat kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat. Perkaranya diusut kejaksaan.

Usman divonis 6 tahun penjara dan ditahan di Lapas Sukamiskin.

Saat itulah Usman diduga terseret perkara yang ditangani KPK.

"Bertempat di Puncak Pass, Usman Effendi meminta bantuan terdakwa (Robin) agar dirinya tidak dijadikan tersangka oleh KPK," ucap jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/9/2021).

Baca juga: Mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju Didakwa Terima Uang Rp 11,5 Miliar

Lie mengatakan saat itu Robin sudah mencari Usman sebelum pertemuan di Puncak terjadi.

Robin mencari Usman untuk memberitahu keterlibatannya dalam kasus kalapas Sukamiskin, Bandung.

Usman diduga memberikan 1 unit mobil Toyota Land Cruiser Hardtop tahun 1981 kepada mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen yang diduga diberikan pada Mei 2018.

Perkara Wahid Husen sendiri ditangani KPK.

Saat itu Usman Effendi disebut akan dijadikan tersangka oleh KPK.

Robin mencari celah untuk memainkan permainannya untuk meraup keuntungan.

"Terdakwa (Robin) lalu menyampaikan kepada Usman Effendi kalau dirinya dan tim dapat membantu Usman Effendi dengan imbalan sejumlah Rp1.000.000.000," kata Lie.

Baca juga: Jaksa Ungkap Eks Penyidik KPK Cari Lokasi Safe House untuk Transaksi Suap

Lie mengatakan saat itu, Usman mengaku uang yang diminta Robin terlalu besar.

Robin dan Usman kemudian bernegosiasi untuk menurunkan harga.

Robin setuju dengan harga Rp350 juta dari negosiasi tersebut.

Namun, saat itu duit harus dibayar dengan cepat.

"Terdakwa (Robin) lalu menyampaikan 'bapak bayar Rp350.000.000, saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin jam 16.00'," tutur Lie.

Setelah mengatakan itu, Robin langsung memberikan nomor rekening ke Usman.

Tersangka AKP Stepanus Robin Pattuju berjalan usai sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (31/5/2021). Pembacaan putusan oleh Majelis Etik Dewan Pengawas KPK terkait sidang pelanggaran kode etik penyidik KPK dari Polri AKP Stepanus Robin Pattuju dinyatakan bersalah dan dipecat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Tersangka AKP Stepanus Robin Pattuju berjalan usai sidang putusan Majelis Etik Dewas KPK di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (31/5/2021). Pembacaan putusan oleh Majelis Etik Dewan Pengawas KPK terkait sidang pelanggaran kode etik penyidik KPK dari Polri AKP Stepanus Robin Pattuju dinyatakan bersalah dan dipecat. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pada Minggu (4/10/2020), Robin kembali mengingatkan Usman tentang pembayarannya melalui telepon.

"Bahwa kemudian sejak tanggal 6 Oktober 2020 sampai dengan 19 April 2021, Usman Effendi mentransfer uang ke rekening BCA milik Riefka Amalia melalui rekening Bank Mandiri nomor 1330007721988 miliknya maupun rekening BCA nomor 0541235131 atas nama YAYAN HERYANTO dengan jumlah keseluruhan Rp525.000.000," ungkap Lie.

Uang tersebut dibagi dua dengan pengacara Maskur Husain.

Robin menerima Rp252,5 juta. Sementara itu, Markus dapat Rp272,5 juta.

Atas perbuatannya Robin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan