Gejolak di Partai Demokrat
Benny Kabur Harman Duga Yusril Ihza Pakai Pola Pikir Hitler Ajukan Gugatan AD/ART Demokrat
Benny Kabur Harman menduga kuasa hukum Kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra, mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) terkait AD/ART PD
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Benny Kabur Harman menduga kuasa hukum Kubu Moeldoko, Yusril Ihza Mahendra, mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA) terkait AD/ART Parta Demokrat memakai cara pikir Adolf Hitler.
"Setelah kami menyelidiki asal usul teori yang dipakai atau yang digunakan oleh Yusril Ihza di dalam mengajukan permohonan JR AD/ART ke Mahkamah Agung, maka diduga kuat cara pikir ini berasal dari cara pikir totalitarian ala Hitler," kata Benny salam jumpa pers di DPP Partai Demokrat, Jakpus, Senin (11/10/2021).
Dia menjelaskan secara ringkas cara pikir Adolf Hitler yang menjadi pimpinan Nazi.
Judicial Review AD/ART yang diajukan Yusril dinilai oleh Yusril ingin menguji apakah negara senang atau tidak dengan organisasi sipil.
"Dalam cari pikir hukum Hitler, itu yang dikehendaki oleh negara harus diikuti oleh semua organisasi sipil," katanya.
Dalam hal ini, Benny mengatakan bahwa Yusril mencoba untuk menguji apakah kehendak anggota-anggota partai politik, termasuk anggota Partai Demokrat sejalan dengan kehendak kemauan negara.

"Semua yang dilakukan oleh rakyat harus diuji, apakah negara senang atau tidak senang, dan ini yang mau dilakukan oleh Yusril," tambah Benny.
Dia bahkan meragukan apa yang selama ini disampaikan Yusril untuk mengajukan gugatan sebagai atas nama demokrasi.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra Tegaskan Gugat AD/ART PD Era AHY Tak Aneh
"Dalam kaitan dengan itu, kami menduga yang dilakukan Yusril ini tidak bersifat nonpartisan, kalau dia mendengung-dengungkan atas nama demokrasi, tidak," katanya
"Dia bekerja atas nama hidden power, ada invisible power yang bekerja dengan tujuan untuk mencaplok Partai Demokrat secara ilegal atas nama hukum dan atas nama demokrasi. Tidak ada penjelasan lain," pungkas Legislator Komisi III DPR RI itu.
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra selaku penasehat hukum empat kader PD mengatakan aneh atau tidak anehnya permohonan Judicial Review AD ART Partai Demokrat tergantung kedalaman analisis pengacara yang ditunjuk PD untuk menangani perkara itu.
"Kalau analisisnya sambil lalu tentu terlihat aneh. Tetapi kalau dianlisis dalam-dalam justru sebaliknya, tidak ada yang aneh. Yang aneh justru sikap DPP Demokrat sendiri. Yang kami uji bukan AD/ART PD ketika berdiri, tetapi AD perubahan tahun 2020," ujar Yusril, dalam keterangannya, Minggu (10/10/2021).
"AD perubahan itu bukan produk DPP partai manapun termasuk Partai Demokrat. Sesuai UU Parpol, yang berwenang merubah AD/ART itu adalah lembaga tertinggi dalam struktur partai tersebut. Di PD, lembaga tertinggi itu adalah Kongres. AD Perubahan PD Tahun 2020 bukan produk DPP PD, tetapi produk Kongres PD tahun 2020," imbuhnya.
Dikatakan Yusril, memang DPP partai berhak dan berwenang mewakili partai ke luar dan ke dalam, sebagaimana halnya Direksi Perseroan Terbatas berhak melakukan hal yang sama. Namun kewenangan itu tidak menyangkut perubahan anggaran dasar.
Dia menjelaskan bahwa di partai kewenangan itu ada pada Kongres atau Muktamar. Sementara dalam perseroan terbatas, kewenangan itu ada pada Rapat Umum Pemegang Saham. Akan terjadi tindakan seenaknya jika DPP partai atau Direksi PT dapat mengubah Anggaran Dasar.
Yang aneh, kata Yusril, justru kalau Hamdan Zoelva meminta supaya DPP PD dijadikan sebagai pihak yang paling signifikan memberi keterangan atas Permohonan JR. Apalagi menyebut DPP PD sebagai pihak yang membuat AD Perubahan.
Sebab DPP PD hanyalah pihak yang diberi amanat atau mandat oleh kongres untuk mendaftarkan Perubahan AD/ART ke Kemenkumham. Di partai manapun keadaannya sama.
"Kalau belum sidang MA sudah mengaku DPP PD sebagai pembuat AD/ART, maka pengakuan tersebut akan menjadi boomerang bagi PD sendiri. AD itu otomatis tidak sah karena dibuat oleh DPP PD sesuai pengakuan tersebut," jelasnya.
"Dalam persidangan MA nanti, surat kuasa yang diberikan DPP PD kepada Hamdan Zoelva bisa kami eksepsi sebagai surat kuasa yang tidak sah. Kuasa itu diberikan bukan oleh "pihak yang membuat" AD ART. Keterangan yang diberikan bukan oleh pihak yang berwenang memberikan keterangan tidak lebih dari sekedar "testimonium de audiu" yang tidak punya nilai pembuktian samasekali. Tetapi kalau pengacara DPP PD mau mencobanya, silahkan saja," tegas Yusril.
Baca juga: Jubir Demokrat Tegaskan Hamdan Zoelva Direkrut Bukan untuk Melawan Yusril, Tapi Karena 3 Faktor Ini
Apabila sekarang, DPP PD memohon kepada MA agar dijadikan Pihak Terkait, hal tersebut dirasa Yusril justru aneh. Di MK keberadaan pihak terkait, yakni pihak yang berkepentingan dengan suatu pengujian UU, memang ada dan dikenal. Tetapi di MA tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur keberadaan Pihak Terkait.
Sehingga kalau menggunakan logika hukum PD, permohonan menjadi Pihak Terkait itupun tidak kurang anehnya. Lebih aneh lagi, lanjut Yusril, Hamdan menyebut PD sebagai pihak "pembuat AD".
Apabila merasa sebagai pihak pembuat AD yang relevan untuk memberikan keterangan di MA, dia mempertanyakan mengapa mereka justru memposisikan diri sebagai Pihak Terkait.
"Selain alasan di atas, kami berpandangan bahwa AD ART partai manapun yang dibuat oleh kongres atau muktamar sebuqh partai barulah sah berlaku apabila ia disahkan oleh Menkumham dan dimuat di dalam Berita Negara. Demikian juga hasil kongres partai yang menyusun DPP baru dinyatakan sah jika telah disahkan oleh Menkumham dan diumumkan dalam Berita Negara," ungkapnya.
"DPP partai kubu manapun yang mengaku dirinya sah, pada akhirnya Pemerintah ataupun KPU tetap akan mengacu kepada Kepmenkumham sebagai pegangan demi kepastian hukum. Lihat saja bagaimana praktek selama Pemilu dan Pilkada. Demikian pula Anggaran Dasar Partai. Karena itu, adalah relevan jika Menkumham yang dijadikan Termohon dalam JR, bukan DPP Partai Demokrat yang juga samasekali bukan pihak yang membuat AD tersebut," tambahnya.
Andaikata keterangan yang diberikan Menkumham nantinya tidak memuaskan Mahkamah Agung, Yusril mengatakan bisa saja permohonan JR dikabulkan. Dia mencontohkan amar putusan MA misalnya menyatakan pasal-pasal tertentu dalam AD ART Partai Demokrat bertentangan dengan UU dan karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat.
"Amar putusan selanjutnya adalah memerintahkan Menkumham untuk mencabut pengesahan AD PD. Karena dicabut, maka praktis PD tidak mempunyai AD yang sah. Dalam keadaan demikian, maka Menkumham tentu akan mengenbalikan maka masalahnya ke PD agar memperbaiki AD ARTnya sesuai dengan pertimbangan hukum dan amar Putusan MA tesebut," katanya.
"Bagaimana PD memperbaiki AD-nya, andaikata Putusan MA seperti itu, tentu bukan urusan saya lagi. Saya kan pengacara 4 orang anggota PD yang mereka pecat. Saya sama sekali bukan pengacara PD, pengacara PD kan Pak Hamdan Zoelva," tandasnya.