Seleksi Kepegawaian di KPK
Kisah Bang Tigor Jadi Penjual Nasi Goreng Setelah Didepak Dari KPK, Ungkap Rahasia Buat Menu Andalan
Juliandi Tigor Simanjuntak, memilih menjadi penjual nasi goreng di Bekasi, Jawa Barat, setelah dirinya tidak lagi menjadi pegawai KPK.
Penulis:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juliandi Tigor Simanjuntak, memilih menjadi penjual nasi goreng setelah dirinya tidak lagi menjadi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia belajar secara otodidak untuk menciptakan menu andalan yang dijajakannya di warung nasi goreng yang terletak di Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat.
Tigor menjadi satu diantara 57 pegawai yang diberhentikan dari KPK setelah dinyatakan tidak lulus menjalani tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Pernah menjadi punggawa lembaga antirasuah dan menghadapi para koruptor, Tigor tidak merasa berkecil diri menjadi berjualan nasi goreng.
Aktivis gereja ini menganggap apa yang dijalaninya saat ini sebagai bentuk usaha agar dirinya tetap produktif dan tetap bisa menghidupi keluarganya usai didepak dari KPK.
"Apapun usaha yang kita lakukan kalau sesuai dengan hati nurani kita itu kita jalankan. Saya sih tidak merasa malu dan ini kan menurut antara ya kalau kita menuju sesuatu itu harus ada pengorbanan," katanya saat berbincang degan Tribunnews.com, Senin (11/10/2021) malam
"Menurut saya usaha itu salah satu solusi ketika kita menemukan hal kayak kemarin ketika diberhentikan tanpa mendapatkan kompensasi apapun. Kita punya keluarga dan kita harus memikirkan. Kita harus berpijak di kaki sendiri," lanjut dia.
Tigor membuka kedai nasi goreng di Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat.
Baca juga: KPK Dalami Keterlibatan Azis Syamsuddin di Korupsi DAK Lampung Tengah
Tidak sulit mencari kedai nasi goreng Tigor.
Letaknya persis di pinggir jalan Raya Hankam, Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi Jawa Barat.
Tigor berjualan di gerobak sederhana dengan bertuliskan 'Nasi Goreng KS Rempah'.
Dia menyewa halaman ruko yang biasa berjualan perlengkapan kendaraan untuk bisa berjualan nasi goreng.

Saat berjualan, Tigor tidak bekerja sendirian.
Dia dibantu oleh sejumlah koleganya sekitar 2 orang yang biasa membantunya dalam menyajikan nasi goreng kepada pelanggan.
Kepada Tribunnews, Tigor mengaku memang mulai berpikir banting stir berjualan nasi goreng setelah di-nonaktifkan KPK.
Baca juga: Profil Juliandi Tigor Simanjuntak, Eks Pegawai KPK Tak Lolos TWK yang Kini Jualan Nasi Goreng
Dia mengaku tak menyangka dirinya didepak dari lembaga antirasuah lebih cepat dari waktu yang diperkirakan.
"Kurang lebih setelah di-non jobkan saya sudah berpikir ke depan mau seperti apa. Sejak 30 September kita diberhentikan itu bukan sesuatu yang bisa diprediksikan. Karena kan saya pikir di bulan Oktober (diberhentikan)," kata Tigor.
Usai disingkirkan dari KPK, Tigor mulai berpikir keras untuk dapat menghidupi istri dan ketiga anaknya yang masih bersekolah.
Dia akhirnya memilih belajar secara otodidak memasak nasi goreng dari YouTube.
"Semua menu yang saya sampaikan atau buat itu semua produksi dari YouTube. Karena saya enggak ada kegiatan saya lihat proses semua yang ada di YouTube. Tapi tentunya saya kombinasikan dengan berbagai menu," katanya.
Dikunjungi Novel dan keluarga
Novel Baswedan pun berkesempatan mendatangi kedai nasi goreng milik Juliandi Tigor Simanjuntak.
Novel yang datang bersama istri dan anaknya tampak datang ditemani eks ketua wadah KPK Yudi Purnomo.
Terlihat, Yudi Purnomo tengah memakai jaket bertuliskan 'Kita Anti Korupsi'.
Setibanya di kedai nasi goreng bernama KS rempah itu, mereka langsung menyapa Tigor Simanjuntak yang sedang sibuk memasak nasi goreng pesanan sejumlah pelanggan.
Setelah bertegur sapa, mereka sempat berfoto di depan gerobak jualan nasi goreng milik Tigor Simanjuntak.
Baca juga: Novel Baswedan: Bang Tigor Buat Nasi Goreng dengan Hati Bukan Pencitraan
Saat berfoto, mereka mengaku tidak sabar mencicipi buatan nasi goreng ala Tigor Simanjuntak.
"Wanginya sudah enak banget. Kita cobain dulu," kata Novel saat berbincang dengan Tigor.
Setelah itu, Novel dan keluarga memesan menu dua porsi nasi goreng ala Tigor Simanjuntak.
Sementara itu, mereka juga memesan menu wedang jahe sebagai minumnya.
Kecewa disingkirkan dari KPK
Meski tak malu beralih profesi menjadi berjualan nasi goreng, Tigor tidak bisa menutupi kekecewaannya harus disingkirkan dari KPK setelah mengabdi sejak 2008 lalu.
Selama 13 tahun terakhir, dia bertugas di Biro Hukum KPK.
Biasanya, bang Tigor, sapaan akrab Tigor Simanjuntak, menghadapi praperadilan yang diajukan para tersangka korupsi.
Salah satu kasus yang pernah ditangani adalah praperadilan penetapan tersangka suap dan gratifikasi Komjen Pol Budi Gunawan.
Selama mengabdi di KPK, dia mengaku rela jarang pulang ke rumah dan menginap untuk menyelesaikan pekerjaannya melawan para koruptor.
Kini, dia justru menjadi salah satu orang yang disingkirkan KPK.
"Manusia pasti kecewa, kita yakin akan indah pada waktunya. Kita sih jalanin saja. KPK itu ladang buat saya bekerja. Saya gak bilang di tempat lain itu tidak bekerja. Tapi KPK itu menurut saya seolah-olah tidak bekerja. Saya 13 tahun itu enjoy sekali. Saya tidak pulang ke rumah ya karena itu sesuatu yang saya cintai tapi kalau tiba-tiba saya disingkirkan kan betapa menurut saya betapa sedihnya. Tapi kan hidup harus terus berjalan ya. Kita harus move on," ungkapnya.
Baca juga: Tigor, Eks Pegawai KPK Banting Setir Jadi Penjual Nasi Goreng, di Sini Lokasi Jualannya
Tigor bercerita bahwa tes wawasan kebangsaan yang membuatnya disingkirkan dari lembaga anti rasuah sejatinya bukan merupakan tes yang sulit.
Apalagi, dia memahami betul mengenai pengamalan atau implementasi setiap butir Pancasila.
Bahkan sebelum ujian, dia juga mempersiapkan diri untuk menghadapi tes TWK tersebut. Karena itu, dia tidak menyangka TWK ini yang membuatnya dianggap sebagai pegawai yang tak bisa dibina lagi di KPK.
"Intinya kan pemahaman sesuatu yang sudah kita tau. masa sih kita tidak tau butir-butir pengamalan Pancasila kesatu kedua ketiga dan seterusnya. itu kan kita dari SD sampai SMA kita belajar. Waktu sebelum tes itu saya juga mempersiapkan diri. Saya buka buku pelajaran lagi. Saya rasa temen-temen KPK itu tidak ada yang cuek. Pasti mereka mempersiapkan diri," jelasnya.
Sebuah harapan
Tigor pun mengatakan dirinya belum menentukan sikap terkait tawaran Kapolri untuk menjadikan eks pegawai KPK menjadi ASN Polri.
Hingga saat ini, ia masih menunggu mekanisme perekrutan yang digodok Polri.
"Jadi intinya sebagaimana yang disampaikan oleh teman-teman saya dalam konteks gambaran utuh teknisnya seperti apa nanti kan teman-teman di sana masih terus mempersiapkan itu. Saya merasa mereka sudah mulai menyusun dan itu harus mulai diperkuat regulasinya secara teknisnya dan bagaimana tahapannya," kata Tigor.
Ia menuturkan dirinya baru akan menentukan sikap setelah mendapatkan informasi yang final terkait proses rekrutmen menjadi ASN Polri tersebut.
"Nah setelah itu, tentunya akan mereka akan memberikan informasi kepada kami barulah kami atau saya pribadi baru bisa berpendapat dan bersuara. Karena kan baru minggu kemarin juga kita kan berdiskusi dengan teman-teman disana (Polri)," jelasnya.
Di sisi lain, Tigor mengakui bahwa menjadi ASN Polri merupakan satu upaya untuk dapat memulihkan nama baik atas stigma negatif terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK).
Ia menyampaikan stigma negatif pimpinan KPK yang menyatakan 57 eks pegawai yang tidak lolos TWK sebagai orang yang tidak bisa dibina dan rapor merah telah mencoreng nama baik.
"Katakanlah pimpinan kami yang menyatakan kami tidak bisa dibina dan kami ini merah. Itu hapus semua jika kami menjadi ASN juga. Itu kan salah satu logika yang bener kan apabila itu mungkin salah satu harapan saya. Rehabilitasi nama baik saya itu harus dilakukan," jelasnya.
Baca juga: Duel Masak Nasi Goreng Ketua KPK Firli Bahuri Vs Juliandi Tigor Ditunggu Netizen
Lebih lanjut, Tigor mengapresasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah secara negarawan merekrut 57 eks pegawai yang diberhentikan KPK.
Hal itu menandai bahwa mereka bukanlah orang bermasalah.
"Sebenarnya menurut saya tawaran Kapolri itu adalah pendapat seorang negarawan melihat berpandangan bahwa teman-teman ini tidak seperti itu. Karena pandangan saya pribadi, tes seperti ini bukan kita saja yang pernah melakukan tetapi dilakukan juga di lembaga menjadi calon TNI itu kan juga harus mengikuti TWK. Pertanyaan sederhananya adalah apakah calon-calon yang tidak ikut itu distigmatisasi bahwa dia merah dan tidak bisa dibina, kan tidak begitu kan," ungkapnya.
Atas dasar itu, Tigor meminta pemulihan nama baik diperlukan terhadap 57 eks pegawai KPK tersebut.
Apalagi, kata dia, beberapa di antara eks pegawai KPK menjadi sulit diterima perusahaan karena stigmatisasi negatif.
"Kenapa kami yang tidak lolos diberikan pernyataan seperti itu. Itu yang memberatkan kami. Harusnya yang menyatakan itu mengklarifikasi, ini kan enggak. Ini kan seperti seolah-olah memang dinyatakan dan ya sudah dibiarkan begitu saja. Dan itu saya rasa itu ada teman kami tidak bisa bergabung dengan perusahaan oh ini yang kemarin tidak lolos," katanya. (Tribunnews.com/ Igman Ibrahim)