Minggu, 17 Agustus 2025

Legislator Gerindra: Permendikbudristek 30/2021 Abaikan Nilai-nilai Agama 

Himmatul mengatakan, agama antara lain mengatur masalah seksual, termasuk melarang kekerasan seksual. 

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Gerindra Himmatul Aliyah, menghargai maksud dikeluarkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

Namun, Himmatul menilai aturan tersebut mengabaikan nilai-nilai keagamaan. 

Padahal menurut UUD 1945, upaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penyelenggaraan sistem pendidikan nasional tidak lepas dari nilai-nilai agama. 

"Saya berpandangan bahwa Permendikbud ini mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi," katanya kepada wartawan, Rabu (10/11/2021). 

Dalam pasal 31 ayat (3) menyebutkan secara eksplisit bahwa sistem pendidikan nasional bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia.

Baca juga: Dukung Permendikbudristek Pencegahan Kekerasan Seksual, Kemenag Bakal Terbitkan Surat Edaran

Pasal 31 ayat (3) berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang". 

Himmatul menjelaskan, Permendikbudristek ini merujuk sejumlah UU antara lain UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang di dalamnya mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan yang menghargai nilai-nilai agama. 

"Namun Permendikbudristek ini justru mengabaikan nilai-nilai agama dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi," ucapnya. 

Himmatul mengatakan, agama antara lain mengatur masalah seksual, termasuk melarang kekerasan seksual. 

Namun sayangnya, Permendikbudristek ini justru mengabaikan pendekatan agama dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi. 

Pengaturan mengenai sejumlah jenis kekerasan seksual dalam Permendikbudristek ini (pasal 5) yang menyebutkan bahwa aktivitas seksual disebut kekerasan seksual karena tidak mendapat persetujuan korban, bahkan tidak memandang penting nilai-nilai agama yang telah dianut dan diyakini masyarakat Indonesia. 

"Alih-alih mencegah kekerasan seksual, Permendikbudristek ini justru membiarkan aktivitas seksual di lingkungan kampus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama," ujarnya. 

Menurutnya, satu di antara upaya mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus adalah dengan melarang segala aktivitas seksual yang melanggar nilai-nilai agama. 

Adanya pembiaran terhadap aktivitas seksual di lingkungan kampus pada akhirnya tidak hanya membuat kehidupan kampus menjadi tidak manusiawi dan tidak bermartabat, tapi juga rawan menimbulkan kekerasan seksual. 

Lingkungan kampus seharusnya bebas dari segala kegiatan seksual yang melanggar nilai-nilai agama. 

Tidak hanya di lingkungan kampus, segala aktivitas seksual yang melanggar nilai-nilai agama tidak boleh dilakukan karena bertentangan dengan jati diri dan kepribadian bangsa yang menganut Pancasila. 

"Salah satu jati diri Partai Gerindra adalah religius, yakni memegang teguh nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Saya berpandangan sejumlah pengaturan dalam Permendikbudristek ini tidak mengedepankan nilai-nilai agama sehingga saya meminta agar Mendikbudristek dapat merevisi Permendikbudristek ini agar dalam mengaturannya sejalan dengan nilai-nilai agama," tandasnya.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan