Senin, 8 September 2025

Fahri Hamzah Usul Fraksi DPR Dihapuskan, Gerindra Nilai Tak Relevan dengan Format Tata Kenegaraan

Habiburokhman mengatakan jika tak ada fraksi di DPR, maka tak sesuai dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Chaerul Umam/Tribunnews.com
Ilustrasi sidang DPR: DPR RI menggelar rapat paripurna ke-4 Masa Persidangan I tahun sidang 2019-2020, Selasa (29/10/2019). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waketum Partai Gerindra Habiburokhman menanggapi soal usul Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah agar fraksi di DPR dihapuskan. Dia mengaku bingung dengan usulan tersebut.

"Saya bingung juga itu. Itu keren banget itu. Gitu kan ya. Kita kan ini, partai bukan hanya milik orang, mereka bukan milih orang, tapi milih partai," kata Habiburokhman kepada wartawan, Minggu (16/1/2022).

Dia mencontohkan dirinya semisal dipilih oleh 76 ribu orang.

"Yang pilih Gerindra hampir 300 orang. Saya ada di sini lewat partai," imbuh dia.

Legislator Komisi III DPR RI itu mengatakan jika tak ada fraksi di DPR, maka tak sesuai dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia.

"Ya enggak relevan, sejalan, dengan format tata kenegaraan kita. Rakyat itu kan enggak hanya memilih saya. Rakyat kan milih orang melalui partai," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya.

Maka itu, menurut Fahri, fraksi di DPR perlu dilakukan penghapusan.

Fahri menilai fraksi menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen.

Baca juga: Fahri Hamzah Usul Fraksi DPR Dihapus: Legislatif Dibuat Tidak Berfungsi

"Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR diantara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya," kata Fahri dalam keterangan yang diterima, Kamis (13/1/2022).

Menurut Fahri, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, dia diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya, karena dipengaruhi oleh oligarki.

"Saya sendiri memiliki yurisprundensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan," kata dia.

Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan menjadi wakil partai politik.

Menurutnya, jika terus begitu pandangannya, akan membahayakan.

Fahri menilai adanya kekeliruan tersebut lantaran adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.

"Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita," tegasnya.

Baca juga: Jelang Sidang Putusan Gaga Muhammad, Pimpinan Komisi III DPR Harap Hakim Jatuhkan Vonis Maksimal

Terkait keberadaan fraksi ini, jelas Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen.

Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.

"Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik," kata dia.

"Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan," kata Fahri.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan