KPK-Polri Optimis Sambut Perjanjian Ekstradisi, MAKI Minta Buronan di Singapura Segera Dipulangkan
Lembaga penegak hukum mulai dari KPK dan Polri menanggapi Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dengan sangat positif.
Penulis:
Vincentius Jyestha Candraditya
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga penegak hukum menanggapi Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura dengan sangat positif.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyambut baik perjanjian kedua negara ini.
Dari segi penegakan hukum, Listyo meyakini hal ini akan mengoptimalkan penegakan hukum serta pemberantasan kejahatan lintas negara atau transnasional.
Apalagi di era digital, modus kejahatan terus berkembang dan para pelakunya memanfaatkan perkembangan terknologi untuk bisa bergerak tanpa melihat batas negara.
Baca juga: Perjanjian Ekstradisi Bukti Jokowi Perangi Korupsi dan Dapat Membantu Penanganan Kasus BLBI
Baca juga: Bakal Beri Pendampingan Hukum, KPAU Ajak Advokat hingga Aktivis Bela Edy Mulyadi
Karenanya Listyo menegaskan diperlukan adanya kerjasama dan sinergitas antar-negara dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan transnasional melalui perjanjian ekstradisi ini.
"Polri sebagai lembaga penegak hukum tentunya menyambut baik perjanjian ekstradisi tersebut. Dalam proses penegakan hukum, hal itu akan semakin mengoptimalkan pencegahan serta pengungkapan kasus kejahatan transnasional kedepannya," ujar Listyo, Rabu (26/1).
Menurutnya, perjanjian itu juga akan meningkatkan peran dari kepolisian dalam rangka penegakan hukum di kasus tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, hingga terorisme dan yang lainnya.
Bahkan saat ini Polri sedang membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas).
Selain pencegahan, Kortas itu nantinya akan memperkuat kerjasama hubungan internasional hingga tracing recovery asset.
"Semangat perjanjian ekstradisi tersebut sejalan dengan komitmen Polri dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum di Indonesia. Serta mencegah adanya gangguan stabilitas keamanan," kata Sigit.
"Dengan adanya upaya pencegahan tindak pidana korupsi hal itu menghindari terjadinya kerugian negara. Selain itu, untuk pemulihan kerugian negara yang diakibatkan dari praktik korupsi, maka akan dilakukan tracing dan recovery asset," katanya.
Baca juga: Sejumlah Pengakuan Karyawan Pinjol Ilegal di PIK, Ada yang Tergiur Gaji dan Baru Sehari Kerja
Baca juga: Covid-19 Makin Meroket, Kota Tangerang PPKM Level 3, 6 Tempat Isolasi Diaktifkan Lagi
Senada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron beralasan pihaknya bakal lebih mudah menangkal hingga memulangkan koruptor yang berupaya melarikan diri dan bersembunyi ke Singapura.
"Perjanjian ekstradisi tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, namun nantinya juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery," kata Nurul Ghufron.
Dikatakannya, upaya pemberantasan korupsi akan mengalami akselerasi progresif karena seluruh instrumen yang dimiliki dua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi.
Tak hanya itu, Ghufron menyebut perjanjian tersebut dapat membawa dampak positif pada upaya optimalisasi asset recovery dari berbagai tindak pidana, terutama tindak pidana korupsi.
"Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka dengan optmalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," katanya.
"Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," imbuh Ghufron.
Baca juga: KPAU Nilai Surat Panggilan Bareskrim Polri untuk Edy Mulyadi Terkesan Dadakan dan Dipaksakan
Baca juga: 8 Sekolah Ditutup, PTM di Depok Tetap 100 Persen, Kemungkinan PPKM Level 3, Satgas Covid-19 Was-was
Namun demikian, optimisme dua lembaga penegak hukum ini disikapi kritis oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman meminta agar perjanjian ekstradisi tersebut tidak hanya sebatas hitam di atas putih atau tidak direalisasikan.
"Saya meminta perjanjian ekstradisi ini tidak hanya ada di atas kertas, tidak hanya ada hitam di atas putih yang kemudian tidak direalisasikan, tidak ada pelaksanaan," kata Boyamin.
Akan lebih baik, kata dia, jika pemerintah membuat proyek percontohan pada tahun ini dengan pemulangan orang-orang yang buron di Singapura ke Indonesia.
Hal tersebut dapat menjadi bukti bahwa perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini bukanlah sebatas hitam diatas putih.
"Sehingga perjanjian ini tidak hanya terbatas di atas kertas, sehingga ke depannya makin banyak pelaksanaan orang orang yang dipulangkan ke Indonesia maupun dipulangkan ke Singapura kalau dia lari dari negaranya," pungkasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)