Harga Minyak Goreng
Megawati Singgung Ibu-ibu Antre Minyak Goreng, Pengamat Beri Tanggapan
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, turut menanggapi komentar yang dilontarkan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati.
Penulis:
Faryyanida Putwiliani
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, turut menanggapi komentar yang dilontarkan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, soal banyaknya ibu-ibu yang rela mengantri demi mendapatkan minyak goreng.
Umam mengatakan, apa yang disampaikan Megawati blunder besar.
Lantaran, menurut Umam, Megawati berkomentar menggunakan istilah 'njelimet' (rumit).
Bahkan, Umam menilai pernyataan Megawati tersebut seolah-olah tidak sensitif dengan realitas sosial karena faktanya antrean minyak goreng telah menyebabkan korban jiwa.

Baca juga: Mendag Lutfi akan Umumkan Dalang Penyebab Minyak Goreng Mahal dan Langka 2 Hari Lagi
Diketahui, sudah ada dua orang ibu-ibu yang meninggal akibat mengantre minyak goreng, yakni di Kabupaten Berau dan Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
"Pernyataan Bu Mega yang melabeli perilaku ibu-ibu yang mengantri beli minyak goreng dengan istilah 'njelimet', jelas itu blunder besar."
"Apalagi sudah jatuh 2 korban nyawa ibu-ibu. Seolah tidak sensitif pada realitas sosial yang sesungguhnya," kata Umam, Sabtu (19/3/2022), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, Umam menuturkan, penyataan Megawati soal antrean minyak goreng ini tidak sejalan dengan jargon 'pro wong cilik' yang selama ini selalu digaungkan oleh Megawati atau PDI-P.
Baca juga: Daftar Harga Minyak Goreng Terbaru Sunco, Bimoli, hingga Tropical, Kini Stok Melimpah
Umam menegaskan masyarakat megonsumsi minyak goreng bukan karena tidak paham aspek kesehatan dari penggunaan minyak goreng.
Namun, dikarenakan keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk sehari-hari.
"Blunder statement Bu Mega membuka ruang interpretasi publik, bahwa jargon 'pro wong cilik' itu ternyata hanya sebatas permainan bahasa elite, yang sejatinya tidak nyambung dengan napas kehidupan rakyat yang sesungguhnya," ujar Umam.
Umam menambahkan blunder semacam ini harus dikelola dengan baik oleh PDI-P jika tidak ingin elektabilitasnya tergerus.
Baca juga: Mendag Tak Bisa Lawan Dugaan Mafia Minyak Goreng, Korupsi Dana Covid-19, Deretan Kasus Doni Salmanan
Selain itu, Umam beranggapan, Megawati seharusnya memahami bahwa masalah kelangkaan minyak goreng ini adalah masalah kebijakan publik.
Umam menilai Megawati seharusnya bisa memperhatikan ketidakberdayaan instrumen negara dan pemerintah yang dibuat tak berdaya oleh instrumen pasar.
"Mega seharusnya lebih kritis dalam mencermati dan mengurai persoalan tersebut, bukan mempermasalahkan ibu-ibu mengantre membeli minyak goreng," ungkap Umam.
Baca juga: Minyak Goreng Kemasan Mahal, Masyarakat Kemungkinan Beralih ke Migor Curah
Megawati Singgung soal Ibu-ibu Antre Minyak Goreng, Sebut Sampai Ngelus Dada
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, kelangkaan serta mahalnya harga minyak goreng di Indonesia mendapatkan respons banyak pihak.
Termasuk juga Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang sempat menyinggung persoalan ini ke publik.
Di tengah langka dan tingginya harga minyak goreng di Indonesia, Megawati mengaku heran ternyata banyak warga yang rela mengantre untuk membeli barang tersebut.
Bahkan, mereka rela mengantre dengan berdesak-desakan.

Baca juga: Curhat Ibu-ibu ke Mendag, Minta Harga Minyak Goreng Tetap Murah
Terkait hal itu, Mega mempertanyakan apakah para ibu-ibu yang berebut minyak goreng setiap hari mengolah makanan dengan memasak.
Sampai pada akhirnya mereka rela berebut minyak goreng di pasaran.
"Saya sampai mengelus dada, bukan urusan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng."
"Saya sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya?" kata Megawati dalam webinar "Cegah Stunting untuk Generasi Emas" yang disiarkan Youtube Tribunnews.com, Jumat (18/3/2022).
Baca juga: Minyak Goreng Mendadak Melimpah, Mendag Lutfi Bingung: Barang Ini dari Mana?
Padahal, menurut Mega, ada banyak cara untuk mengolah makanan selain dengan cara digoreng.
Seperti di antaranya dilakukan dengan direbus, dibakar, atau dikukus.
"Apa tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus, atau seperti rujak, apa tidak ada? Itu menu Indonesia lho. Lha kok njelimet (rumit) gitu," sambung Mega.
Mega mengatakan, seandainya ia berada di posisi ibu-ibu itu, ia pilih tidak mau untuk mengantre atau berebut membeli minyak goreng.
Baca juga: HET Minyak Goreng Dicabut, Pemerintah Diminta Jangan Kalah dari Penguasa Minyak Goreng
Ketimbang menggoreng, Mega bilang lebih memilih memasak di rumah dengan cara lainnya.
Selain enggan menghabiskan waktu untuk mengantre, menurut Mega, terlalu banyak mengonsumsi makanan yang digoreng juga tak baik untuk kesehatan.
"Saya emoh (tidak mau). Aku lebih baik masak di rumah, direbus kek, dikukus kek. Kalau minyak goreng itu nutrisinya dimana, proteinnya berapa, saya sampai lihat ibu-ibu sekarang kok gemuk-gemuk ya?"
"Tapi persoalannya ini gemuk sehat apa enggak, itu perlu dipertanyakan. Katanya kan makanan yang berminyak itu nggak baik," singgung Mega.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Gagal Mengatasi Masalah Minyak Goreng, Fraksi PKS Usulkan Hak Angket DPR
Mega tak menampik keberadaan minyak goreng penting dalam urusan rumah tangga.
Kendati demikian, menurut dia, minyak goreng bukanlah kebutuhan primer.
"Nanti dipikirnya saya tidak membantu rakyat kecil. Lho, padahal, ini kebutuhan apa tidak? Sebetulnya ini kan bukan primer sebetulnya, kalau mikirnya kita kreatif," jelas Mega.
Untuk itu, Mega berharap ibu-ibu kreatif dapat mencari cara lain dalam mengolah makanan selama ketersediaan minyak goreng langka di pasaran.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Ardito Ramadhan)