Rabu, 27 Agustus 2025

Rancangan KUHP

Tim Perumus Jawab Dewan Pers soal 8 Pasal Bermasalah di RKUHP

Wamenkumham dan tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menerima audiensi Dewan Pers, Rabu (20/7/2022).

Editor: Wahyu Aji
ISTIMEWA
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dan tim perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menerima audiensi Dewan Pers, Rabu (20/7/2022). 

"Ini diprotes oleh pers karena menganggap bahwa diberangus haknya beritakan peradilan. Tapi kalau kita baca yang dilarang itu adalah menyiarkan berita yang pertama ada di sidang pengadilan, di luar itu tidak masuk ini. Jadi saya pribadi dan teman-teman concern terhadap adanya live streaming, persidangan. Yang kita waktu itu Jessica (kasus kopi sianida) ya, menurut teman-teman psikolog kalau dia itu disorot media, dia bisa jadi individu yang lain. Semangat, kaya pengen piye gitu, keren, ini membahayakan," tuturnya.

Dia menjelaskan, apabila pihak media mendapatkan persetujuan dari hakim untuk meliput hal tersebut, tak jadi masalah.

"Kalau dapat persetujuan dari hakim, tidak masalah. Harus baik-baik sama hakimnya. Jadi kalau sudah dapat izin is not a crime ya, untuk merekam. Nah kemudian yang dilarang adalah menyerang identitas hakim itu juga setelah ada peringatan. Jadi sama sekali tidak ditujukan mengurangi kebebasan tadi, tidak ada upaya memberangus," katanya.

Di sisi lain, dia menjelaskan dalam proses beracara pidana, saksi lain tidak boleh ada dalam satu ruangan saat saksi lain sedang bersaksi. 

Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kesaksian.

"Jadi itu juga salah satu kenapa kita enggak mau live streaming. Jadi penyesatan proses peradilan masuknya itu. Bukan tidak boleh menyebarkan berita tentang proses peradilan, bukan itu maksudnya," sebutnya.

Selanjutnya terkait pidana terhadap agama dan kepercayaan. 

Dia mempertanyakan mengapa ini diminta dihapus.

Baca juga: Dewan Pers Sebut RKUHP Intervensi Sangat Serius Terhadap Kemandirian Pers

Karena pasal tersebut, kata dia, melarang terjadinya permusuhan, kebencian atau menghasut untuk melakukan permusuhan kekerasan atau diskriminasi.

"Jadi dari situ aja dilarang, jadi kenapa negara enggak boleh melarang, padahal itu adalah perbuatan-perbuatan permusuhan, kebencian atau menghasut dengan kekerasan," katanya.

Kemudian soal pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, ini dapat dipidana adalah menghina dan bukan kritik atau pemberitaan mengenai peristiwa atau opini dengan menghormati norma agama, rasa kesusilaan dan praduga bersalah.

"Jenis deliknya aduan, dan hanya bisa menjadi delik materiil jika terjadi akibat berupa kerusuhan," tuturnya.

Terakhir soal pasal pencemaran, penghinaan ringan dan pencemaran nama baik orang mati. 

Dia mengatakan, ini bukan ketentuan yang baru karena sudah pernah diatur dalam Pasal 310-321 KUHP.

"Tidak pernah dibatalkan oleh MK, Pasal 316 KUHP tentang penghinaan terhadap pejabat menjadi delik aduan," sebutnya.

"Memiliki alasan penghapus pidana yaitu bukan penghinaan jika dilakukan untuk membela diri atau kepentingan umum," ia menambahkan.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan