Wawancara Eksklusif
VIDEO EKSKLUSIF Wakil Ketua KPK Johanis Tanak: Saya Bangga Jadi Orang Toraja
Sebagai pria berdarah Toraja, Sulawesi Selatan ini, Johanis memiliki kisah tersendiri dengan tanah leluhurnya itu.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Srihandriatmo Malau
Inilah susahnya orang Toraja yang tidak tinggal di sana tetapi ketika saya ditanya Pak Tanak orang apa, saya pasti menjawab saya adalah orang Toraja.
Kalau boleh tahu apakah Bapak juga bisa berbahasa Toraja?
Nah itu masalah, saya tidak bisa bahasa Toraja, karena saya sebagai, karena bapak saya seorang polisi kami tinggal di asrama dari lahir sampai Bapak pensiun tinggal di asrama. Jadi kami berbaur dengan anak-anak asrama.
Kemudian orang tua itu selalu piket dan sebagainya jarang di rumah, pulang di rumah kami ini sudah tidur, pergi ke kantor kami baru pergi sekolah. Jadi susah berkomunikasi. Walaupun Mama saya sendiri orang Toraja.
Jadi sehari-hari Bapak berkomunikasi dengan anggota keluarga menggunakan bahasa Indonesia tidak menggunakan bahasa Toraja?
Bahasa Indonesia Pak. Dan tidak pernah menggunakan bahasa Toraja. Itu kekurangan kami. Itu penyesalan juga sih.
Dan apakah juga putra-putri bapak juga tidak bisa bahasa Toraja?
Kebetulan putra-putri saya sudah lahir di Jakarta. Mamanya juga bukan orang Toraja, jadi tambah tidak ngerti bahasa Toraja.
Saya mohon maaf untuk keluarga besar orang Toraja. Tidak bermaksud untuk itu.
Pak, apakah nanti nantinya juga berkeinginan untuk mendirikan rumah adat Tongkonan. Menurut Bapak apakah perlu nanti bapak ini punya satu rumah Tongkonan, untuk ngariung bersama keluarga besar Tanak?
Kebetulan Papa saya sudah mendirikan Tongkonan di sana.
Jadi kami hanya menjaga merapikan cuman yang ingin kami tambahkan itu karena luasan tanah terbatas. Jadi kami hanya menambahkan lumbung. Untuk padi.
Karena untuk mendirikan lagi rumah Tongkonan itu memerlukan tempat yang cukup lumayan, sementara tempat Papa saya kampung kecil lahannya.
Lahan datarnya kecil cuma ada bukit-bukit, jurang-jurang. Jadi tidak mungkin membuat rumah adat berjurang. Rumah adatnya kebetulan tanah datarnya kurang.
Dan kemudian merapikan Tongkonan itu agak lebih rapi supaya ada keluarga datang, mereka mau juga menginap di dalam rumah Tongkonan itu. Jadi rapi di dalam pun rapi. kalau kita di dalam sudah kelihatan agak cukup mewah lah.