Senin, 8 September 2025

DPR Yakin Tak Ada Kaitan Merosotnya Skor IPK dengan Revisi UU KPK

Sejauh ini keyakinan publik terhadap kinerja pemberantasan korupsi itu hanya terbatas pada giat operasi tangkap tangan (OTT).

Tribunnews.com/ Fersianus Waku
Politisi Gerindra Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2022). 

Dengan raihan tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei atau melorot 14 tangga dari tahun sebelumnya yang mencapai rangking 96.

Menurut mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha, penurunan IPK tersebut merupakan tanggung jawab Presiden Jokowi selaku kepala negara.

"Kata-kata Presiden Joko Widodo terkait kerja, kerja dan kerja dalam kampanye calon presiden pada 2019 yang lalu akhirnya menjadi kenyataan. Ironisnya kerja tersebut dikongkritkan Presiden Joko Widodo secara nyata melalui kerja pelemahan pemberantasan korupsi," kata Praswad lewat keterangan tertulis, Selasa (31/1/2023).

Diketahui, penurunan skor IPK ini diikuti pula dengan turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan.

Beberapa komponen dimaksud mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek, termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi.

Alih-alih melakukan berbagai upaya penguatan, menurut Praswad, Jokowi tidak ada hentinya mengeluarkan paket kebijakan yang secara vulgar memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi.

Seperti pemberlakuan revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dengan melanggar HAM dan maladministrasi.

"Hal itu ditambah dengan semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut," kata Praswad.

"Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," lanjut Ketua IM57+ Institute itu.

Praswad juga mengatakan Presiden Jokowi tidak menepati janji kampanye untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi yang berkontribusi secara signifikan dalam penurunan skor IPK terburuk pasca-reformasi.

Bahkan, diingatkannya, Jokowi pernah menyampaikan akan menambah 1000 penyidik untuk memperkuat KPK.

"Akan tetapi, alih-alih memperkuat, pelemahan terhadap sendi-sendi anti-korupsi terus dilakukan, termasuk malah mengurangi jumlah pegawai KPK melalui pemecatan. Hasilnya, saat ini janji penguatan hanya sekedar menjadi basa-basi belaka," sindirnya.

Praswad menyebut narasi yang dibangun Presiden Jokowi melakukan revisi UU KPK dengan dalih memperkuat pemberantasan korupsi ternyata hanya sekadar halusinasi belaka untuk menutupi kepentingan lainnya.

Pasca-revisi, menurutnya, ternyata kondisi pemberantasan korupsi tindak kunjung membaik.

Artinya, Praswad mengatakan, hasil IPK yang membuat Indonesia bahkan berada di bawah negara yang belajar di Indonesia menjadi bukti penguat bahwa revisi UU KPK untuk memperkuat KPK hanya merupakan halusinasi belaka.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan