Transaksi Keuangan Mencurigakan
Dibanding DPR, Mahfud MD Lebih Dipercaya soal Transaksi Janggal Rp349 T di Kemenkeu
Menurut survei LSI, publik lebih percaya pada Mahfud MD dibanding DPR RI soal transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.com - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei soal transaksi janggal Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam survei yang dilakukan pada periode 31 Maret-4 April 2023, sebanyak 35,5 persen publik tahu soal adanya transaksi janggal di Kemenkeu.
Dari angka tersebut, 67,6 persen di antaranya percaya ada transaksi janggal di Kemenkeu, sedangkan 18,1 lainnya memilih tak percaya dan 14,3 tidak tahu atau tidak menjawab.
Lalu, saat ditanya apakah tahu soal rapat bersama Komisi III DPR RI dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, 43,9 persen responden menjawab tahu.
Terkait rapat bersama tersebut, mayoritas publik mengaku lebih percaya pada pernyataan Mahfud MD dibandingkan anggota Komisi IIII DPR RI.
Bahkan, selisih antara keduanya sangat jauh, yaitu mencapai sekitar 60 persen.
Baca juga: Survei LSI: Public Trust Terhadap Kepolisian Terus Meningkat, Lampaui DPR dan Parpol
Sebanyak 63,3 persen responden mengaku lebih percaya pada pernyataan Mahfud MD, sedangkan 3,6 persen lainnya percaya DPR.
Sementara, 16,5 persen lainnya memilih percaya pada keduanya, 10,1 persen tidak percaya keduanya, dan 6,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Di sisi lain, DPR menempati peringkat kedelapan dari sembilan lembaga dalam survei kepercayaan terhadap lembaga.
Sebanyak delapan persen responden memilih sangat percaya dan 44 persen lainnya cukup percaya.
Lalu, 29 persen kurang percaya, 14 persen tidak percaya sama sekali, dan enam persen tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei LSI ini menggunakan metode random digit dialing (RDD) kepada 1.229 warga Indonesia berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsel.
Diketahui, RDD adalah teknik memilih sampel lewat proses nomor telepon secaa acak.
Tingkat margin of error pada survei ini diperkirakan 2,9 persen pada tingkat keperceyaan 95 persen.
Komisi III DPR RI Berencana Rapat Lagi

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mengungkapkan pihaknya berencana kembali menggelar rapat terkait transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.
Ia mengatakan, Mahfud MD; Menteri Keuangan, Sri Mulyani; dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana; bakal hadir di rapat tersebut.
Rencananya, rapat akan digelar sebelum memasuki masa reses atau pekan depan.
"Insyaallah sih infonya semua sudah mengonfirmasi akan hadir," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Baca juga: Eros Djarot: PDIP Berpotensi Menang Pilpres 2024 Asalkan Usung Ganjar - Mahfud MD
Lebih lanjut, Arsul Sani mengatakan Komisi III DR RI berharap transaksi janggal di Kemenkeu bisa terbongkar.
Karena itu, ia tak menutup kemungkinan akan dibentuk panitia khusus (pansus) terkait transaksi janggal di Kemenkeu, setelah rapat bersama selesai.
Keinginan kita semua itu, kasusnya itu bisa dibongkar diurai tentu secara proporsional," ujar Arsul.
"Nah apakah untuk sampai ke sana itu perlu dorongan pansus atau tidak, maka sekali lagi kita perlu nanti lihat apa yang akan terjadi di rapat."
"Yang jelas pasti pansus itu opsi yang tidak boleh ditutup menurut saya," tandasnya.
Diketahui, sebelumnya Komisi III DPR RI sudah lebih dulu menggelar rapat kerja dengan Kepala PPATK pada 21 Maret 2023.
Kemudian, Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dihadiri Mahfud MD dan Kepala PPATK pada 29 Maret 2023.
Namun, Menkeu Sri Mulyani berhalangan hadir dalam rapat tersebut.
Kata Mahfud MD soal Transaksi Janggal Rp349 Triliun

Saat rapat bersama Komisi III DPR RI pada 29 Maret 2023, Mahfud MD bicara soal transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.
Ia menegaskan tidak ada perbedaan data antara Kemenkeu dan PPATK.
Hal ini disampaikan Mahfud MD menanggapi pernyataan Sri Mulyani yang mengatakan tidak semua pegawai Kemenkeu terlibat transaksi janggal.
Menurut Mahfud MD, perbedaan data antara PPATK dan Sri Mulyani lantaran Sri Mulyani hanya melihat secara parsial dari data yang ada.
Juga, ujar Mahfud MD, Sri Mulyani hanya berfokus menyoroti transaksi di lingkungan pegawai Kemenkeu.
Baca juga: Mahfud MD Sebut UICI Didirikan untuk Mencetak Kader Bangsa yang Profesional
Padahal, kata dia, perputaran uang dalam kasus dugaan TPPU juga melibatkan pihak luar yang terkait.
"Yang saya katakan tadi, kalau kita semua melakukan pencucian uang, sampai kayak apel kayak begitu, lalu diambil satu oleh Bu Sri Mulyani, oh ini pajak."
"Lalu karena, lho kok perusahaanmu banyak sekali, lalu pajaknya yang dihitung, bukan pencucian uangnya," kata Mahfud MD, Rabu (29/3/2023).
"Tidak ada data yang berbeda. Siapa, kok datanya berbeda, tidak ada data yang berbeda. Menafsirkannya yang berbeda."
"Nanti lihat saja di sana. Penafsiran pada satu rangkaian itu," sambung dia.
Lebih lanjut, Mahfud MD menyebut transaksi janggal itu dibagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, transaksi janggal di lingkungan pegawai Kemenkeu yang mencapai Rp35 triliun.
Kedua, transaksi janggal yang ddiduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lainnya dengan besaran Rp53 triliun plus sekian.
Kelompok ketiga adalah transaksi janggal terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu senilai Rp260,1 triliun.
"Sehingga jumlahnya 349 triliun fix. Nanti kita tunjukkan suratnya," pungkasnya.
Sebelumnya, di rapat bersama yang digelar pada Selasa Senin (27/3/2023), Sri Mulyani mengatakan hanya Rp3,3 triliun dari total Rp349 triliun yang benar-benar terkait pegawai Kemenkeu.
Menurutnya, jumlah Rp3,3 triliun tersebut tak ada yang terindikasi korupsi.
Baca juga: DPR dan Partai Politik Jadi Lembaga Paling Rendah Tingkat Kepercayaannya Versi Survei LSI Terbaru
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp3,3 triliun."
"Ini 2009-2023, seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai. Termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp3,3 triliun."
"Juga di dalam Rp3,3 triliun adalah kami, umpamanya sedang melakukan fit and proper, tolong minta data si X pegawai kita, maka kita dapat transaksi dari pegawai itu."
"Jadi tidak ada hubungannya dengan pidana atau korupsi, kalau kita untuk profiling pegawai," tegasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Chaerul Umam/Gita Irawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.