Masa Jabatan Pimpinan KPK
Abraham Samad Sebut MK Mestinya Tolak Gugatan yang Mengandung Konflik Kepentingan
Kata Samad, gugatan tersebut sama sekali tak berhubungan dengan penguatan lembaga KPK maupun penguatan agenda pemberantasan korupsi.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Erik S
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal masa jabatan pimpinan lembaga antirasuah semestinya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasalnya kata Samad, gugatan tersebut sama sekali tak berhubungan dengan penguatan lembaga KPK maupun penguatan agenda pemberantasan korupsi.
Baca juga: SETARA institute Minta Presiden Abaikan Putusan MK Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK
"Bukan yang berkaitan dengan penguatan KPK atau menguatkan agenda pemberantasan korupsi," kata Samad dalam tayangan Kompas TV, Jumat (26/5/2023).
Menurut dia gugatan Nurul Ghufron murni dilayangkan atas kepentingan pribadi, bukan kepentingan yang berkenaan dengan kerja lembaga antirasuah.
Mengingat Nurul Ghufron mengajukan judicial review terhadap UU KPK perihal batas usia pencalonan jabatan pimpinan KPK dan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.
"Masalah yang diajukan sebagai judicial review adalah masalah yang berkaitan dengan kepentingan pribadinya," ucapnya.
Sehingga kata Samad, gugatan yang punya konflik kepentingan tersebut seyogianya ditolak oleh MK, bukan malah dikabulkan.
Baca juga: Abraham Samad: Putusan MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Tak Penuhi Standar Norma Hukum
"Oleh karena itu boleh disimpulkan gugatan Nurul Ghufron mengandung conflict of interest maka dalam hukum pula seyogianya MK menolak gugatan hukum tersebut. Tapi apa yang terjadi justru MK menerima gugatan Nurul Ghufron," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, dalam persidangan Kamis (25/5/2023), MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022.
"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman.
Salah satu poin gugatan yang dikabulkan, yaitu tentang masa jabatan Pimpinan KPK.
Baca juga: Dissenting Opinion 4 Hakim Dalam Putusan Perpanjangan Pimpin KPK Dinilai Menunjukkam Keterbelahan MK
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh sebab itu, pasal tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," katanya.
MKi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak 2 kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Baca juga: Putusan MK Soal Masa Jabatan KPK Disebut Denny Indrayana Sebagai Alat Tawar Politik untuk Pilpres
Selain itu dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".
Masa Jabatan Pimpinan KPK
Firli Bahuri: Masa Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun Sejatinya Sebuah Keharusan |
---|
Saut Situmorang Soal Masa Jabatan KPK 5 Tahun: Ada Unsur Politik |
---|
Praktisi Hukum Prediksi Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK akan Rawan Digugat |
---|
Pemerintah Perpanjang Masa Jabatan Firli Bahuri Cs, Eks Penyidik: KPK Alat Gebuk Politik |
---|
Pemerintah Setuju Masa Pimpinan KPK Sekarang Bertambah, MAKI Ajukan Uji Materi ke MK |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.