Lestari Moerdijat: Butuh Intervensi Kebijakan Pemerintah untuk Cegah Diabetes pada Anak
Menurut Rerie, pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak boleh menutup mata terhadap penyakit diabetes melitus yang mengancam anak-anak Indonesia.
Ketua Umum IDAI, Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengungkapkan data IDAI mencatat penderita DM tipe 2 meningkat sampai 3 persen dan 77 persen di antaranya adalah anak-anak yang obesitas. Menurut Piprim, penderita DM tipe 2 di masa lalu adalah orang berusia 40 tahun ke atas. Namun saat ini DM tipe 2 ini sudah diderita oleh anak berusia 6-7 tahun.
"Ini harus diwaspadai. Ini indikasi gaya hidup masyarakat kita yang tidak sehat," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa selain karena gaya hidup, konsumsi ultra processed food dengan glycemic index yang tinggi juga merupakan pemicu DM tipe 2. Apalagi, rasa manis yang ditimbulkan sangat adiktif.
"Kondisi ini merupakan wake up call bagi kita semua. Karena, satu dari delapan penduduk Indonesia menderita DM dan 80 persen penderita itu tidak sadar kalau mereka menderita DM. Pemerintah harus hadir untuk mengendalikan makanan yang tidak sehat," tegas Piprim.
Spesialis Gizi Klinik, dr. Mulianah Daya, M.Gizi, Sp.GK, AIFO-K menyebutkan, dampak meningkatnya jumlah penderita DM mengurangi angka harapan hidup suatu bangsa sekitar 5-10 tahun dan menjadi beban sosial ekonomi.
Menurutnya, apabila ada upaya deteksi dini, kondisi tersebut bisa dicegah, yang berarti peran orang tua dan keluarga sangat signifikan untuk membatasi pola asupan anak-anaknya.
Mulianah mengungkapkan berdasarkan rekomendasi WHO batasan konsumsi gula yang disarankan adalah 5-10 persen dari total asupan energi per orang per hari. Ia pun mengakui, saat ini akses makanan sehat di Indonesia belum terjangkau oleh masyarakat, baik dari sisi literasi maupun dari sisi daya beli.
"Konsumen belum sepenuhnya memahami informasi pada label makanan dan harga apel belum terjangkau masyarakat luas," katanya.
Founder & Chief Executive Officer CISDI, Diah Satyani Saminarsih menuturkan bahwasanya kondisi DM di tanah air dapat dikritisi melalui tiga hal yaitu data, kebijakan secara umum, dan masyarakat yang terdampak.
Saat ini, ujar Diah, Indonesia tidak kekurangan data tentang DM. Bila masyarakat punya literasi tentang DM yang baik, melalui sosialisasi yang masif pasti bisa diatasi.
Kebijakan kesehatan dengan menerapkan layanan kesehatan primer melakukan skrining, dalam upaya pencegahan DM, ujar Diah, harus melakukan sejumlah upaya transformasi dulu.
Karena, tegas Diah, kebijakan di sektor kesehatan juga harus sejalan dengan kebijakan di sektor lain. Terkait tingginya prevalensi DM, tambahnya, karena terjadi penerapan kebijakan yang bertolak belakang antara kebijakan kesehatan dan kebijakan perdagangan dan industri.
Menurut Diah, penegakan hukum terhadap food labeling harus konsisten, untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang sehat.
Wartawan senior, Saur Hutabarat mengungkapkan Singapura adalah contoh bangsa yang sangat parah terhadap konsumsi gula.
Pemerintah Singapura pun, tambah Saur, menerapkan kebijakan yang sangat keras terhadap kadar gula di dalam makanan dan minuman.
Lestari Moerdijat: Kearifan Lokal Jadi Modal Sosial Pelestarian Geopark |
![]() |
---|
Lestari Moerdijat Tekankan Urgensi Kepercayaan Publik dalam Penanganan Kasus Kekerasan |
![]() |
---|
Lestari Moerdijat Tegaskan Pentingnya Pendidikan Berkualitas untuk Wujudkan SDM Berdaya Saing |
![]() |
---|
Presiden PKS Sindir Gaya Hidup Mewah Pejabat, Minta Teladani Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
Solidarity Cup 2025 Digelar, Jadi Sarana Pererat Solidaritas dan Jaga Gaya Hidup Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.