Minggu, 17 Agustus 2025

KPK Tangkap Pejabat Basarnas

KPK Didesak Tuntaskan Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas dan Tak Perlu Minta Maaf ke TNI

KPK didesak untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas) melalui peradilan umum alias pengadilan tindak pindana korupsi.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko salam komando dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar. 

KPK harus memimpin proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dugaan korupsi di Basarnas ini.

KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi. Jangan sampai UU peradilan militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara tersebut secara terbuka dan tuntas.

2. Pemerintah dan DPR harus segera merevisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer karena selama ini sering digunakan sebagai sarana impunitas dan alibi untuk tidak mengadili prajurit TNI di peradilan umum.

Apalagi agenda revisi UU Peradilan Militer ini menjadi salah satu agenda yang dijanjikan oleh presiden Jokowi pada Nawacita periode pertama kekuasaannya.

3. Pemerintah wajib mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil, terutama pada instansi yang jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI, karena hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif tersebut.

Seperti dugaan korupsi misalnya yang tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas karena eksklusifisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana.

KPK Minta Maaf

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memberikan keterangan usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memberikan keterangan usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf kepada TNI, mengakui telah melakukan kesalahan prosedur dalam proses penangkapan dan penetapan tersangka pejabat Badan SAR Nasional (Basarnas).

Permintaan maaf tersebut disampaikan setelah adanya pertemuan antara KPK dan TNI di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Seperti diketahui sebelumnya dalam giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Jalan Raya Mabes Hankam, Cilangkap, Jakarta Timur, dan di wilayah Jatiraden, Jati Sampoerna, Bekasi pada Selasa (25/7/2023), penyidik mengamankan 11 orang,  yakni dari pihak swasta dan penyelenggara negara.

Termasuk Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas (Kabasarnas).

Permintaan maaf tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu (OTT KPK) tim mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan."

"Bahwasanya manakala ada yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," kata Johanis Tanak dikutip dari tayangan Facebook Tribunnews.com.

Pihaknya mengatakan hal itu mengacu pada aturan lembaga peradilan, sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 tahun 1970, disebutkan ada 4 lembaga peradilan yang menangani proses hukum.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan