KPK Tangkap Pejabat Basarnas
Lini Masa OTT di Basarnas dan Jerat Kabasarnas jadi Tersangka, Berujung Mundurnya Dirdik KPK
Perjalanan OTT di Basarnas yang menjerat Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi jadi tersangka dugaan suap dan berujung mundurnya Dirdik KPK.
Penulis:
Sri Juliati
Editor:
Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Penetapan Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap rupanya menjadi polemik.
Pihak TNI menilai KPK menyalahi aturan terkait penetapan tersangka terhadap Henri Alfiandi yang merupakan anggota aktif TNI.
Lembaga anti-rasuah itu pun meminta maaf kepada TNI dan mengaku telah melakukan kesalahan prosedur.
Atas hal tersebut, Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu dikabarkan mengundurkan diri.
Baca juga: Sosok Asep Guntur Rahayu, Dirdik KPK Mundur Buntut Polemik OTT Basarnas
Berawal dari OTT KPK
Polemik terkait kasus dugaan suap di Basarnas, berawal dari kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (25/7/2023).
OTT dilakukan di Jakarta dan Bekasi sekira pukul 14.00 WIB.
Dalam OTT, tim penyidik KPK menangkap delapan orang dari pihak swasta serta pejabat Basarnas.
"Tempat ditangkapnya para pihak di antaranya di sekitaran daerah Cilangkap dan Jatisampurna Bekasi," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (25/7/2023).
Pejabat Basarnas yang ditangkap disebut adalah anggota TNI Angkatan Udara (AU), Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Di Basarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto menjabat sebagai Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas.
Dalam OTT KPK, penyidik diketahui menyita sejumlah uang senilai hampir Rp 1 miliar yang disimpan di dalam bagasi mobil.
Baca juga: VIDEO Wakil Ketua KPK Akui Khilaf Tetapkan Kepala Basarnas Tersangka Kasus Suap
Kepala Basarnas Jadi Tersangka

Dalam perkembangannya, KPK ternyata telah mengamankan 11 orang.
KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus suap tersebut pada Rabu (26/7/2023).
Dari lima orang, tiga di antaranya adalah pihak swasta dan dua pejabat Basarnas, yaitu:
1. Mulsunadi (MS), selaku Komisaris Multi Grafika Cipta Sejati
2. Marily (MR), Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati
3. Roni Aidil (RA), Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama
4. Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA), Kepala Basarnas
5. Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas
"KPK menemukan adanya peristiwa pidana sehingga diumumkan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Kini KPK menaikkan status perkara kasus dugaan suap tersebut ke tahap penyidikan.
Baca juga: Kepala Basarnas dan Koorsminnya Diduga Terlibat Suap, Kababinkum TNI: Militer Tidak Kebal Hukum
Konstruksi Perkara

Penetapan kelima tersangka itu berpangkal dari tender proyek di lingkungan Basarnas.
Alex menjelaskan, Basarnas sebelumnya menggelar sejumlah tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE pada 2021.
Dua tahun berselang atau tepatnya pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan yang mencakup pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Selanjutnya, pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp 17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar.
Alex mengungkapkan demi memenangkan tiga tender tersebut, ketiga orang dari pihak swasta melakukan pendekatan secara personal.
Mereka menemui langsung Henri Alfiandi sebagai Kabasarnas dan Afri selaku orang kepercayaan Henri.
Kata Alex, pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak.
"Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," kata Alex.
Dari pertemuan itu pula, Alex mengatakan, Henri berjanji siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun 2023.
Sementara perusahaan RA menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024).
Dari ketiga proyek itu, Henri Alfiandi diduga menerima uang total Rp 5.099.700.000 (Rp 5,09 miliar).
Rinciannya, uang sebesar Rp 999,7 juta diserahkan Marilya atas perintah dan persetujuan Mulsunadi Gunawan.
"Atas persetujuan MG selaku Komisaris kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp 999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap," kata Alex.
Kemudian uang senilai Rp 4,1 miliar berasal dari Roni Aidil.
"Sementara RA menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp 4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank," lanjut Alex.
Henri Alfandi menggunakan kode atau istilah 'Dako' singkatan dari Dana Komando dalam aksi main suapnya.
Di sisi lain, ia juga diduga menerima suap sebesar Rp 88,3 miliar dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023.
Henri Alfiandi terlibat dalam proses awal penentuan pemenang tender hingga penunjukan orang kepercayaannya yang mengatur proses ini.
Dia terlibat dalam pengaturan pemilihan lokasi penyerahan uang suap di dekat Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur.
Baca juga: Batal jadi Tersangka KPK, Penyidikan Kasus Kepala Basarnas Kini Dilimpahkan ke Puspom TNI
TNI Keberatan

Pasca-penetapan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka oleh KPK, TNI melayangkan keberatan.
Danpuspom TNI, Marsda TNI Agung Handoko mengatakan keberatan tersebut lantaran pihaknya memiliki ketentuan sendiri dalam penetapan tersangka terhadap personel TNI.
"Dari tim kami terus terang keberatan itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya yang militer."
"Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri," katanya dalam konferensi pers di Mabes TNI, Jumat (28/7/2023) dikutip dari YouTube Puspen TNI.
Agung mengatakan, pihaknya baru mengetahui adanya informasi OTT bukan dari KPK, tetapi dari pemberitaan di media.
Setelahnya, Agung pun mengirimkan tim ke KPK untuk melakukan koordinasi.
Pada saat sampai di KPK, Agung mengatakan Letkol Afri sudah berada di gedung lembaga anti rasuah.
Koordinasi pun dilakukan dengan KPK agar proses hukum Marsdya Henri maupun Letkol Afri ditangani oleh Puspom TNI.
Adanya proses tersebut juga dianggap TNI menyalahi ketentuan yang berlaku yaitu UU nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Agung Handoko juga menjamin proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto akan berjalan terbuka.
Ia berharap KPK dapat menghormati ketentuan hukum yang berlaku bagi prajurit aktif TNI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Peradilan Militer.
Selain itu, KPK tidak perlu meragukan komitmen TNI.
KPK Meminta Maaf

Keberatan TNI atas penetapan dua anggotanya yang menjadi tersangka, direspons permintaan maaf oleh KPK.
KPK juga mengakui telah melakukan kesalahan prosedur dalam penetapan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Permintaan maaf tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko setelah pertemuan mereka pada Jumat siang.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu (OTT KPK) tim mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan."
"Bahwasanya manakala ada yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," kata Johanis Tanak dikutip dari tayangan Facebook Tribunnews.com.
Pihaknya mengatakan, hal itu mengacu pada aturan lembaga peradilan, sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 tahun 1970, disebutkan ada 4 lembaga peradilan yang menangani proses hukum.
Yakni peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan peradilan agama.
"Dan ketika ada melibatkan militer maka sipil harus menyerahkan kepada militer," lanjutnya lagi.
"Di sini ada kekeliruan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI."
"Sekiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan."
"Ke depan kami akan berupaya bekerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain, dalam upaya menangani pemberantasan tindak pidana korupsi," kata dia.
Brigjen Asep Guntur Rahayu Mengundurkan Diri

Setelah permintaan maaf KPK kepada TNI, muncul kabar soal Brigjen Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri.
Berdasarkan pesan yang diterima Tribunnews.com, pengunduran diri Brigjen Asep disampaikan melalui aplikasi pesan singkat.
Narasi yang ditampilkan Asep Guntur mengundurkan diri sebagai tanggungjawabnya atas penetapan tersangka di kasus dugaan suap Kepala Basarnas Henri Alfiandi.
Pun terkait surat resmi disebut akan diberikan pada Senin (31/7/2023).
Berikut isi pesan yang disebut dikirimkan Brigjen Asep melalui aplikasi pesan singkat:
"Assalamualaikum selamat malam Pimpinan dan Bapak Ibu sekalian struktural KPK
Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran Pom TNI beserta PJU Mabes TNI di mana kesimpulannya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilafan dan sudah dipublikasikan di media
Sebagai pertanggungjawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan PLT Deputi Penindakan dengan ini saya mengajukan pengunduran diri karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan PLT Deputi penindakan (surat resmi akan saya sampaikan hari Senin)
Percayalah Bapak Ibu apa yang saya dan penyelidik penyidik dan penuntut umum melakukan semata-mata hanya dalam rangkaian penegakan hukum untuk memberantas korupsi
Terima kasih
Salam anti korupsi."
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Garudea P/Wahyu Aji/Ilham Rian Pratama/Choirul Arifin/Taufik Ismail/Yohanes Listyo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.