Selasa, 11 November 2025

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Hakim Ingatkan Ancaman 7 Tahun Penjara ke Pejabat Kominfo Jika Sampaikan Keterangan Palsu

Hakim mengingatkan saksi Indra bisa terjerat Pasal 21 Undang-Undang (UU) Tipikor karena menghalang-halangi atau menyampaikan keterangan palsu

Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Kepala Biro Perencanaan Kominfo Arifin Saleh Lubis meberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS Bakti Kominfo di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023). 

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Ketua Fahzal Hendri mengingatkan Kasubdit/Koordinator Monitoring & Evaluasi Jaringan Telekomunikasi Kominfo Indra Apriadi soal ancaman tujuh tahun penjara jika sampaikan keterangan palsu.

Momen tersebut terjadi saat Hakim Ketua menyoroti pernyataan saksi Indra Apriadi soal data jumlah lokasi pengadaan yang belum valid, namun sudah diserahkan ke pihak Bakti.

Awalnya, Jaksa menanyakan saksi Indra terkait temuan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kominfo, bahwa terdapat 831 lokasi yang ternyata telah aktif sinyal BTS 4G dan 301 lokasi yang telah dibangun Bakti dengan skema sewa layanan dari jumlah 7904 lokasi yang diserahkannya.

Saksi Indra kemudian menyebut, bahwa data yang menyebut jumlah 7904 lokasi tidak valid.

"Jadi 7904 bukan data yang valid," kata saksi Indra kepada Jaksa, dalam sidang pemeriksaan saksi kasus korupsi BTS Kominfo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (1/8/2023). 

"Benar jawaban saudara tadi bukan data yang valid?" tanya Jaksa menegaskan.

Baca juga: Eks Dirut BAKTI Desak Rekomendasi Pembangunan BTS 4G, Untuk Cairkan Anggaran?

"Dinamis, Pak. Iya," ucap Indra.

Mendengar hal tersebut, Hakim Ketua Fahzal Hendri mengatakan, apa yang dilakukan saksi Indra itu salah.

Hakim mengatakan penyerahan data yang belum valid itu terkesan buru-buru sehingga, hakim mempertanyakan, apakah ada pihak lain yang mendorong penyerahan data tersebut meski belum valid.

"Itu kan salahnya dia di situ, data belum valid tapi sudah diserahkan ke Bakti. Nyatanya ada 800 itu ternyata sudah ada sinyalnya. Membuktikan bahwa itu bukan data yang valid, tapi di sini kalau datanya belum valid, kenapa disampaikan? Kenapa buru-buru menyampaikan? Ada yang mendesak supaya itu diserahkan, supaya untuk data pengusulan anggaran kan bisa jadi. Apa jawabannya?"

Saksi Indra menyatakan, data tersebut berdasarkan data yang pihaknya punya saat itu.

Tak menjawab pertanyaannya, Hakim Ketua kemudian mengulangi pertanyaan yang sama agar saksi Indra menjawab soal dugaan adanya pihak yang mendorong dats tersebut buru-buru diserahkan ke Bakti.

"Konteks pertanyaannya simpel aja, kenapa data yang tidak valid saudara serahkan ke Bakti? Itu aja pertanyaannya," tanya Hakim.

"Karena saat itu yang diminta untuk..," ucap saksi Indra diikuti interupsi Hakim Ketua memotong.

"Diminta? Siapa yang minta?" tanya Hakim memotong penjelasan saksi Indra.

Jawaban saksi Indra terkesan berbelit-belit dan tak menjawab inti pertanyaan Hakim.

"Datanya belum valid, itu pertanyaan penuntut umum. Apakah ada yang buru-buru minta supaya ini harus tau berapa titiknya yang harus diusulkan?" tanya Hakim kepada Indra.

"Jadi saat itu kan ada kebutuhan dari Kemendikbud terkait dengan berapa desa sih yang sudah ada 4G, dan ada surat dari Kemendikbud. Kemudian kami diminta paparan data yang sudah ada, kemudian kami paparkan. Saat itu kan kebutuhan ada dari belajar dari rumah, itu kami diminta untuk fokus di 3435 non 3T dan 3T dan kemudian 3T disampaikan ke Bakti," jelas Indra.

Baca juga: Auditor Itjen Kominfo Ungkap Ribuan Menara BTS 4G Sudah Serah Terima Meski Pembangunan Belum Selesai

"Apakah saudara menyampaikan 7904 itu data yang tidak valid, apakah tidak ada?" tanya Hakim.

"Saya sudah sampaikan di paparan kami," jawab Indra.

"Siapa yang mendesak saudara, data yang tidak valid segera diserahkan ke Bakti, siapa yang mendesak?" tanya Hakim.

Saksi Indra pun akhirnya menjelaskan, data yang belum valid tersebut diminta oleh Dirut PT Bakti yakni terdakwa Anang Achmad Latif.

"Pada saat itu yang minta saya langsung Pak Anang, Pak," ungkap Indra.

"Itu lah, kok sulit sekali, orangnya ada di depan kok, kelihatan ini, berkelit-kelit saudara tuh lama-lama sampai juga di titiknya. Sebetulnya tidak banyak pertanyaan sebetulnya, asalkan memberikan keterangan sesuai fakta," ucap Hakim.

"Itu Pak Anang Achmad Latif?" tanya Hakim menegaskan.

"Iya Pak," jawab Indra.

"Ya kan jelas Dirut Bakti meminta saudara supaya diserahkan data itu dan data itu tidak valid. Jelas?" ucap Hakim.

"Baik Yang Mulia," jawab Indra.

Selanjutnya, Hakim mengingatkan saksi Indra, bahwa dia bisa terjerat Pasal 21 Undang-Undang (UU) Tipikor karena menghalang-halangi atau menyampaikan keterangan palsu.

"Saudara pun kena Pasal 21 nanti, tau enggak saudata Pasal 21 UU Tipikor? Tanya sama Pak Jaksa, dia ahli UU. Pasal 21 menghalang-halangi, maka berikan keterangan yang benar, itu satu. Yang kedua, bisa saudara memberikan keterangan palsu dan sumpah palsu, itu lebih berat Pak. 7 tahun ya. Janganlah kita menjerumuskan diri demi untuk membela orang lain, selamatkan aja diri saudara, nanti akan ketemu siapa yang benar dan tidak benar akan ketemu di persidangan," tegas Hakim Ketua Fahzal Hendri kepada saksi Indra.
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved