Selasa, 19 Agustus 2025

Polusi Udara di Jakarta

Soal Polusi Udara, IDAI Kritik Pemerintah Cenderung Atasi Dampak, Bukan Sebab

IDAI menilai Pemerintah bisa berperan mencegah polusi udara dari hulu atau sumbernya.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pemandangan gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (20/6/2023). Berdasarkan laman resmi US Air Quality Index (AQI) atau indeks kualitas udara, tercatat kualitas udara Jakarta berada di angka 152 yang berarti berada pada kategori tidak sehat dan menjadi tingkat polusi udara tertinggi di dunia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirasi IDAI dr. Darmawan Budi Setyanto, SpA(K) melihat pemerintah cenderung tidak menangani sebab kemunculan polusi.

Namun, justru mengatasi dampak setelah terpapar oleh polusi.

"Kecenderungan (pemerintah) mengatasi dampak bukan penyebabnya. Bermain di hilir bukan di hulu," ungkapnya pada media briefing virtual, Jumat (18/8/2023).

Baca juga: Anak Sekolah Rentan Terdampak Polusi Udara, Ini Tips Bagi Orang Tua untuk Mengantisipasinya

Penanganan polusi udara harus dilakukan tanpa harus menunggu jatuhnya korban.

Pemerintah berperan cegah polusi udara dari hulu atau sumbernya.

Hal ini diungkapkan oleh Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirasi IDAI dr. Darmawan Budi Setyanto, SpA(K).

"Harusnya bagaimana agar anak-anak tidak terdampak (polisi udara) . Dari hulu. Tidak menunggu ada korban, (baru) tindakan," tegas dr Darmawan.

Menurutnya, peran pemerintah besar karena punya otoritas untuk menerbitkan dan menerapkan aturan.

Misalnya, menyediakan transportasi umum memadai.

Selain itu pemerintah bisa membuat peraturan umur kendaraan maksimal berapa tahun atau, uji emisi lebih diperketat.

"Intinya, ketika pemerintah menandatangai peraturan, tentu menghasilkan aturan melindungi masyarakat dari polusi ini," tegasnya.

Sekali lagi, dr Darmawan menegaskan peran pemerintah sangatlah besar, terutama upaya pencegahan dari hulu.

Pencegahan di hulu. Bukan menunggu pasien sakit jantung. Menunggu gangguan respiratori.Preventif lebih baik dari pada terapi dan rehabilitasi,' tegasnya. 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan