Kebijakan Pemerintah Memasukkan Lahan Sawit ke Kawasan Hutan Dinilai Meresahkan Pengusaha dan Petani
Para petani dan pengusaha perkebunan kelapa sawit mengaku resah lantaran pemerintah, serampangan memasukkan lahan sawit ke dalam Kawasan Kehutanan.
Ia pun menegaskan bahwa dalam proses penetapan batas-batas dan keluarnya HGU itu, pihak pemerintah dalam hal ini KLHK juga ikut terlibat.
"Dan dalam proses (terbitnya HGU) itu LHK itu tutur serta. Mbo ya kalau dia gak setuju jangan dikasih sejak awal. Sekarang kan ibarat meludah dijilat sendiri," tegas Kacuk.
Kacuk pun meminta jika ada persoalan atau perselisihan, harusnya dicarikan jalan keluar secara baik. Apalagi dalam penetapan Kawasan Hutan ini juga banyak persoalan.
"Kalau ada suatu persengektaan dengan perusahaan, mbok lihat dulu lah, betul enggak ini HGU nya. Tanya BPN. Kalau sudah ada bener enggak ini kawasan hutan," lanjutnya.
Sementara itu Pakar Hukum Kehutanan, Sadino, menjelaskan kisruh tentang lahan sawit dan Kawasan Hutan ini adalah problem yang terjadi sejak lama, namun normanya belum terselesaikan, sehingga terjadilah dispute (sengketa).
Sadino mengatakan, sebenarnya di luar UU Kehutanan di Indonesia ada juga UU tentang Penataan Ruang. Jadi sejak lahan-lahan ditunjuk itu sebenatnya sudah masuk tata ruang, dimana ditetapkan ada kawasan hutan dan non kawasan hutan.
"Jadi tentu mayoritas perusahaan perkebunan yang lahir dan berkembang sebelum tahun 2000-an itu lahir karena memang ada tata ruang itu. Kalau sudah tata ruang artinya dibolehkan. Akhirnya, antara tata ruang dan kehutanan tidak pernah titik temu. Karena petanya masing masing," jelas Sadino.
Baca juga: PTPN Holding Hibahkan Laboratorium Riset Pengolahan Kelapa Sawit Mini ke IPB
Sadino mengaku mendukung dibentuknya Satgas Penataan Perkebunan Kelapa Sawit, supaya dapat menyelesaikan dispute (sengketa) lahan sawit dan Kawasan Hutan.
Harapannya, lanjut Sadino, tentu mengacu pada yang eksisting, artinya kalau memang dulu dasar hukumnya adalah legal, ya jangan sekarang langsung dikatakan tidak legal.
Dalam menyelesaikan persoalan ini, Sadino menyebut ada tiga status yang harus dipilah-pilah. Pertama, kawasan yang sudah ada hak atas tanah.
Kedua, yang belum ada hak atas tanah tapi ijinnya ada. Dan ketiga, yang memang tak ada ijin sama sekali, alias merambah hutan. Dan ini silahkan disikat saja.
Maka itulah, Sadino menyebut sejak ada UU Cipta Kerja diatur, apabila anda punya perkebunan yang sudah terbangun dan anda punya ijin lokasi dan atau IUP, maka dia diberikan waktu menyelesaikan hingga 2 November 2023.
"Ini (Ijin lokasi dan atau IUP, red) adalah ijin awal dalam perkebunan. Tapi kalau sudah HGU, itu sudah final dan menjadi dokumen negara. Jadi (yang ditata, red) yang punya ijin lokasi dan IUP. Kalau sama sekali tak ijin baru langsung (disikat, red)," tuntas Sadino.
Sosok 2 Petani Ditemukan Tewas Terkubur di Kebun Alpukat, Misteri Kematiannya Belum Terungkap |
![]() |
---|
Dari Artis hingga Politik, Kini Komedian Narji Jadi Petani, Dikabarkan Punya Seribu Hektar Lahan |
![]() |
---|
16 Tersangka Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Ada Pengusaha, Mantan Atlet Kickboxing hingga Oknum TNI |
![]() |
---|
Empat Asosiasi Pengusaha Dukung Rekomendasi MUI Soal Jaminan Halal Program MBG |
![]() |
---|
Transformasi Perkebunan: BPDP Dorong Hilirisasi Sawit, Kelapa, dan Kakao |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.