Sabtu, 23 Agustus 2025

Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun

Cak Nun dikenal sebagai seniman, budayawan, ulama, penyair, cendekiawan, penulis, ilmuwan, sastrawan, filsuf, aktivis-pekerja sosial, pemikir, dan kya

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Tiara Shelavie
Kolase Tribunnews
Budayawan Emha Ainun Nadjib atau akrab disapa Cak Nun 

Karya-karya Cak Nun di antaranya Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan ‘Raja’ Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); serta Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).

Cak Nun juga aktif bersama Teater Salahudin.

Bersama Teater Salahudin, Cak Nun telah memantaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun); Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya, dan Makassar); dan Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).

Ia Juga mementaskan Perahu Retak pada 1992 tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram.

Cak Nun juga pernah mengikuti berbagai kegiatan seperti Lokakarya Teater di Filipina pada 1980 dan International Writing Program di Iowa University, Amerika Serikat pada 1984.

Pada tahun 1984, Cak Nun juga pernah mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda dan Festival Horizonte III di Berlin, Jerman pada 1985 (2).

Pada tahun 1990-an, Cak Nun menyelenggarakan acara Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki.

Kenduri Cinta sendiri merupakan forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan, dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender.

Sebelumnya Cak Nun juga hampir rutin berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri.

Dalam sebulan, rata-rata Cak Nun berkeliling sebanyak 10 sampai 15 kali bersama grup musik Kiai Kanjeng.

Hal ini ia lakukan di samping kegiatan rutinnya bersama komunitas masyarakat Padhangmbulan.

Dalam setiap pertemuan sosial itu, Cak Nun melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Meski telah mengisi berbagai pengajian di mana-mana, namun Cak Nun selalu menolak keras ketika dipanggil kiai.

Ia lebih senang ketika kehadirannya bersama sang istri, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi dan kelompok musik Kiai Kanjeng.

Dalam setiap pertemuan, pembicaraan yang ada sering sekali menyentuh permasalahan-permasalahan pluralisme di tengah masyarakat.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan