Selasa, 26 Agustus 2025

Korupsi di PT Timah

Tanggapi Vonis Harvey Moeis, Reza Indragiri: Hakim Tipikor Jangan Mudah Dikelabui Gestur Terdakwa

Reza Indragiri Amriel menyoroti pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Harvey Moeis.

tribunnews.com
Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, baru-baru ini divonis 6,5 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus korupsi timah senilai Rp300 triliun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, baru-baru ini divonis 6,5 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus korupsi timah senilai Rp300 triliun.

Keputusan ini memicu tanggapan dari berbagai pihak, termasuk ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.

Reza Indragiri Amriel menyoroti pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap Harvey Moeis.

Menurutnya, Mahkamah Agung seharusnya memiliki panduan yang jelas dalam menjatuhkan hukuman, atau yang dikenal dengan istilah sentencing guideline.

"Hakim-hakim tipikor tidak seharusnya mudah terkelabui oleh gestur status rumah tangga dan hal-hal personal non-substantif lainnya," ujar Reza pada Senin, 30 Desember 2024.

Reza Indragiri kemudian mengusulkan tentang hal-hal yang patut dimuat dalam sentencing guideline.

"Pertama, kejahatan pertama atau kejahatan berulang. Seorang terdakwa yang diketahui telah jamak melakukan kejahatan, kendati belum pernah dimintai pertanggungjawabannya secara pidana, seharusnya disikapi sebagai penjahat kambuhan.

Fakta:

Jaksa menyebut, Harvey dan smelter swasta lainnya bekerja sama dengan PT Timah Tbk membuat dua belas perusahaan cangkang atau perusahaan boneka. Angka dua belas menjadi bukti bahwa modus culas telah terdakwa terapkan berulang. Harvey bisa disebut residivis berdasarkan reoffend (pengulangan pidana), bukan berdasarkan reentry (bolak-balik dipenjara).

Kedua, efek kerugian bagi orang banyak dan keuntungan bagi diri sendiri.

Fakta:

Harvey mengakibatkan kerugian negara senilai 300 triliun rupiah.

Ketiga, kejahatan dilakukan terhadap target--baik orang maupun objek--yang bernilai tinggi sekaligus rentan untuk diviktimisasi.

Fakta:

Perbuatan Harvey dapat dimaknai sebagai bentuk eksploitasi jahat terhadap sumber daya tambang. Sumber daya ini tergolong memiliki nilai tinggi dan rentan dieksploitasi secara ilegal.

Keempat, pelaku berada dalam kondisi menyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA).

Fakta:

Tidak ada informasi mengenai  ada tidaknya riwayat Harvey menyalahgunakan NAPZA.

Kelima, peran sentral pelaku dalam aksi korupsi berjamaah.

Fakta:

Jaksa mendeskripsikan Harvey menginisiasi kerjasama sewa alat processing untuk pelogaman Timah dengan smelter swasta yang tidak memiliki competent person. Kata "menginisiasi" yang digunakan Jaksa menunjukkan Harvey tidak berada pada posisi ikut-ikutan. Tipikor timah justru bermula pada sang inisiator.

Keenam, pengakuan bersalah dan penyesalan diri si pelaku.

Fakta:

Dalam pledoinya, Harvey mengaku masih sangat bingung. "Rp 300 triliun ini datangnya dari mana, Yang Mulia. Saya yakin Yang Mulia juga sama," demikian perkataan Harvey. Kentara, tidak ada pengakuan apalagi penyesalan di dalam kalimat sedemikian rupa.

Jika keenam hal di atas tercantum dalam sentencing guideline, maka dapat dinalar: tersedia lima hal yang sepatutnya dijadikan sebagai hal yang memberatkan hukuman terhadap Harvey."

Peran Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Harvey Moeis berperan mengkoordinir pengumpulan uang pengamanan dari para perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung.

Perusahaan smelter yang dimaksud adalah:

  • CV Venus Inti Perkasa
  • PT Sariwiguna Binasentosa
  • PT Stanindo Inti Perkasa
  • PT Tinindo Internusa

"Terdakwa Harvey Moeis dengan sepengetahuan Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada terdakwa Harvey Moeis sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton," ujar Jaksa Imam.

Rupanya, mekanisme pengumpulan uang pengamanan itu dibungkus seolah-olah untuk kegiatan corporate social responsibility (CSR) melalui Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim.

Uang tersebut ditransfer oleh para perusahaan smelter ke rekening money changer tempat Helena Lim bekerja, PT Quantum Skyline Exchange.

"Mekanisme pengiriman uang seolah-olah Corporate Social Responsibility sebesar USD 500 sampai dengan USD 750 per ton dari masing-masing perusahaan smelter swasta dilakukan dengan cara transfer atau setor tunai ke PT Quantum Skyline Exchange," ujar jaksa.

Kemudian uang tersebut diubah bentuk menjadi mata uang asing, yakni Dolar Singapura (SGD) dan Dolar Amerika Serikat (USD).

Uang dalam bentuk valuta asing kemudian diserahkan Helena Lim kepada istri Dirut PT RBT yang bernama Anggreini di rumah Jalan Gunarwarman nomor 31-33 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Kemudian uang tersebut diubah bentuk menjadi mata uang asing, yakni Dolar Singapura (SGD) dan Dolar Amerika Serikat (USD).

Uang dalam bentuk valuta asing kemudian diserahkan Helena Lim kepada istri Dirut PT RBT yang bernama Anggreini di rumah Jalan Gunarwarman nomor 31-33 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

"Selanjutnya Anggreini dan Triyanti Retno Widyastuti menginformasikan terdakwa HARVEY MOEIS bahwa uang tersebut sudah diterima, kemudian terdakwa HARVEY MOEIS mengambil uang tersebut," kata jaksa di dalam dakwaannya.

Selain mengubah bentuk uang pengamanan ke dalam valuta asing, Harvey juga disebut-sebut menyamarkannya dengan cara mentransfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange ke berbagai rekening.

Di antara rekening-rekening yang ditransfer, terdapat milik istrinya, yakni Sandra Dewi.

"Mentransfer uang tersebut dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin periode tahun 2018 sampai dengan tahun 2023 di antaranya ke rekening: Sandra Dewi selaku istri terdakwa HARVEY MOEIS pada Bank BCA nomor rekening 07040688883 atas nama Sandra Dewi sejumlah Rp 3.150.000.000," kata jaksa penuntut

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan