Sabtu, 23 Agustus 2025

Pagar Laut 30 Km di Tangerang

Polemik Sertifikat HGB Pagar Laut di Tangerang, Warga Desa Kohod Blak-blakan Akui Namanya Dicatut

Khaerudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, mengaku tidak tahu menahu terkait penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB)

Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
Tangkap lauar aplikasi Google Maps
Penampakan Laut di dekat Desa Kohod melalui tampilan satelit tahun 2025, ada pagar laut yang terlihat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Khaerudin, warga Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, mengaku tidak tahu menahu terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dipasangi pagar laut.  

Khaerudin mengaku identitas sejumlah warga digunakan tanpa izin oleh oknum untuk pembuatan SHGB pada 2023.  

"Kami tidak pernah merasa mengajukan sertifikat. Sertifikat-sertifikatnya atas nama warga yang memang nggak tahu dibuat sertifikat. Nah di sini, tolong diusut tuntas," ujar Khaerudin saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).

Khaerudin menduga, kasus ini melibatkan oknum aparat dan perangkat Desa Kohod.

"Ada keterlibatan dari Kepala Desa ya. Itu harus diusut, harus diusut tuntas. Allahu alam kalau aparat desa. Soalnya di aparat desa juga ada data-datanya," kata dia.

Khaerudin juga menyebut pihaknya sudah melaporkan persoalan ini ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Bahkan, warga sudah menggelar audiensi bersama pengacara mereka.

"Kami sudah audiensi bersama lawyer dan menyerahkan laporan ke ATR/BPN. Data lengkap soal warga yang dicatut ada di tangan lawyer kami," jelas dia.

Selain pencatutan identitas, warga juga memprotes pengukuran tanah bantaran kali yang tidak melibatkan musyawarah dengan masyarakat.

"Tanah kami dari bantaran kali diukur sama Bina Marga itu diambil 10 meter. Saat kami tanya, katanya untuk sepadan sungai. Tapi sekarang lihat, semuanya sudah diuruk oleh pengembang, dan kali jadi menyempit," kata Khaerudin.

Warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Warga meminta pemerintah menindak oknum tersebut.

"Kami mohon agar ini tidak hanya dibatalkan, tetapi juga ditindak. Ini menyangkut tanah yang merupakan milik negara dan masyarakat umum," ucap dia.

Adapun Kompas.com sudah menghubungi Kepala Desa Kohod, Arsin, untuk meminta tanggapan terkait pernyataan warga.

Namun, hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons. Sebelumnya diberitakan, kasus pagar laut misterius di perairan Tangerang masih berlanjut.

Pagar laut itu membentang sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten, dengan wujud berupa bambu yang ditancapkan di dasar laut.

Belum terungkap siapa pemiliknya, kasus menjadi semakin ruwet setelah diketahui area pagar laut itu memiliki sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).

Berdasarkan temuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), ada 263 bidang tanah yang berbentuk SHGB. Rinciannya, atas nama PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS 20 bidang, dan perorangan sebanyak sembilan bidang.

Sementara itu, SHM berjumlah 17 bidang. Menurut keterangan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang didapat dari Kementerian ATR/BPN, sertifikat tersebut diterbitkan pada 2023.

Harus ada sanksi pidana terkait sertifikat HGB

Mahfud MD mengatakan kasus sertifikat HGB tidak cukup hanya pembatalan. Diketahui, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah membatalkan beberapa sertifikat HGB di Tangerang.

Mahfud MD justru menilai jika penerbitan SHGB telah dilakukan secara ilegal, maka dari itu harus diselesaikan secara hukum.

Hal ini disampaikan oleh Mahfud MD dalam unggahan di akun media sosial X pribadinya, Selasa (28/1/2025).

"Sertifikat ilegal HGB untuk laut tak bisa hanya dibatalkan, tapi harus dipidanakan karena merupakan produk kolusi yang melanggar hukum," ujar Mahfud MD dalam unggahan di akun media sosial X.

Mahfud, yang juga merupakan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), itu mengatakan, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara jelas melarang pengusahaan wilayah perairan oleh pihak swasta atau perorangan. 

Ia juga menegaskan bahwa kasus pagar laut bersertifikat HGB ilegal ini berbeda dengan reklamasi.

Baca juga: Video Jusuf Kalla Bandingkan Penanganan Kasus Pagar Laut dan Mutilasi di Ngawi: Negeri Ini Kelewatan

"Vonis MK Nonaktif 3/PUU-VIII/2010 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 jelas melarang pengusahaan perairan pesisir untuk swasta ataupun perorangan. Kasus ini beda loh dengan reklamasi," tambah Mahfud. (Kompas.com/Tribun Tangerang)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan