Kasus Korupsi Minyak Mentah
Viral Warga Antre di Shell setelah Ramai Korupsi Pertamax di Pertamina, Pengamat: Hilang Kepercayaan
Pengamat menilai beralihnya rakyat ke Shell usai ramai korupsi Pertamax di Pertamina, adalah bukti hilangnya kepercayaan.
Penulis:
Pravitri Retno Widyastuti
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.com - Sebuah video yang memperlihatkan pengguna motor dan mobil antre di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik swasta, Shell, viral di media sosial.
Dua video yang diunggah akun Instagram @mood_jakarta pada Rabu (26/2/2025), memperlihatkan pengguna mobil antre di Shell hingga mengular keluar jalan.
Di video yang kedua, terlihat seorang pengguna motor merekam kedatangan truk tangki Shell.
Dalam video kedua, juga terlihat pengguna motor mengantre panjang.
Pengamat masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, antrenya warga di SPBU Shell menjadi bukti rakyat sudah kehilangan kepercayaan terhadap Pertamina, buntut kasus korupsi Pertamax.
Budiyanto menyebutkan, beralihnya warga ke SPBU swasta menjadi satu dari sekian dampak kasus korupsi di Pertamina yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).
Baca juga: Stok BBM Shell Sempat Langka, Ada Apa? Begini Pernyataan Manajemen ke DPR
"Kepercayaan hilang, konsumen akan berpaling ke BBM yang dipasarkan oleh swasta, seperti Shell, BP, Vivo, dan sebagainya," jelas Budiyanto, Kamis (27/2/2025), dilansir Kompas.com.
Ia menjelaskan, hilangnya kepercayaan rakyat terkait kasus korupsi Pertamax, sebab Pertamina terkesan minim pengawasan.
"Di Pertamina pasti ada bagian pengawasan dan pimpinan dari level top manajer sampai level bawah."
"Kenapa sampai terjadi perbuatan melawan hukum yang cukup lama?" ujarnya.
Terpisah, pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutof Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, tak yakin rakyat beralih ke Shell dalam jangka waktu panjang.
Sebab, menurut dia, konsumen Indonesia sensitif terhadap harga.
"Kalau lihat tipologi atau karakteristik konsumen itu cukup sensitif terhadap harga. Terlepas dari kasus (Pertamina), kualitas sejauh ini belum menjadi prioritas," ungkap dia, Kamis.
Meski demikian, mengingat kasus korupsi Pertamax membuat rakyat sangat kecewa, ia tak bisa memprediksi sampai kapan warga memilih SPBU Shell.
"Tapi, kita kan tidak bisa membendung kekecewaan konsumen. Saya kira waktu yang akan menjawab," tukas Komaidi.
Kejagung: Pertamax Dioplos Pertalite atau Premium
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan Pertamax di Pertamina dioplos menggunakan RON lebih rendah untuk Pertalite atau Premium.
Hal itu diketahui lewat temuan penyidik dan diperkuat dari keterangan saksi.
"Tetap penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya 88 di-blending dengan 92 (Pertamax)."
"Jadi RON (90 atau 88) dengan RON (92), sebagaimana yang saya sampaikan tadi," jelas Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Rabu (26/2/2025).
Abdul menambahkan, Pertamax yang dioplos Pertalite maupun Premium, dijual seharga normal Pertamax.
"Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada, dari keterangan saksi, RON 88 di-blending dengan (RON) 92 dan dipasarkan seharga (RON) 92," jelasnya.
Untuk lebih memastikan terkait temuan penyidik tersebut, Qohar mengatakan pihaknya bakal menggandeng ahli untuk menelitinya.
"Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu," pungkas Qohar.
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi di Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Sembilan tersangka itu terdiri dari enam petinggi Pertamina dan tiga pihak swasta. Berikut daftarnya:
- Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan;
- Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin
- VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono;
- Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi;
- Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya;
- VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne;
- Beneficiary owner dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza;
- Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati;
- Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading, Ramadan Joede.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Yohanes Liestyo, Kompas.com/Donny Dwisatryo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.