Dugaan Korupsi Dana CSR
Golkar Jabar Akhirnya Bisa Hubungi Ridwan Kamil yang Dikabarkan Menghilang, Kang Emil Ada di Bandung
Teka-teki keberadaan eks Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, akhirnya terungkap. Kang Emil menghubungi pengurus Golkar Jabar pakai nomor staf.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, CIAMIS - Teka-teki keberadaan eks Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, akhirnya terungkap.
Sempat dikabarkan menghilang, kini kandidat gubernur Jakarta 2024 itu akhirnya bisa dihubungi DPD Golkar Jawa Barat.
Sekretaris DPD Golkar Jawa Barat, MQ Iswara membenarkan kabar tersebut.
Dia mengatakan Ridwan Kamil sudah berhasil dihubungi pada Jumat (14/3/2025) malam.
"Alhamdulillah tadi malam, kami berhasil komunikasi dengan Pak Ridwan Kamil, kurang lebih pukul 23.00 WIB kami berkomunikasi," ujar MQ Iswara saat ditemui usai safari ramadan Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia di Ponpes Darussalam, Ciamis, Jawa Barat pada Sabtu (15/3/2025).
Baca juga: Ridwan Kamil Buka Suara Pasca Penggeledahan Rumahnya oleh KPK: Saya Tidak Ikut Campur
Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil,menghubungi DPD Golkar Jawa Barat lewat nomor telepon stafnya.
Dari sambungan telepon itu, Kang Emil memastikan dirinya tidak melarikan diri karena masih ada di Bandung.
"Beliau memang menelepon bukan dengan nomor pribadinya, jadi selama ini saya hubungi tidak bisa dihubungi. Beliau menelpon pakai handphone stafnya. Yang pertama beliau ingin sampaikan bahwa beliau dalam kondisi baik dan ada di Bandung. Ya, beliau dalam kondisi baik dan ada di Bandung," jelas Iswara.
Baca juga: Golkar Jawa Barat Mengaku Kesulitan Hubungi Ridwan Kamil usai Rumahnya Digeledah KPK
Namun, Iswara tidak merinci perihal di mana kini Kang Emil berada.
Hanya saja, Ridwan Kamil memastikan akan kooperatif untuk membantu penyidik dalam mengungkap dugaan korupsi tersebut.
"Beliau menyampaikan bahwa siap tentunya, kooperatif, dan apa pun yang nantinya akan diminta oleh penyidik dalam hal ini KPK akan dipenuhi oleh beliau," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menggeledah rumah Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat terkait kasus dugaan korupsi dana iklan bank BUMD di Jawa Barat.
Menyikapi penggeledahan tersebut, Ridwan Kamil, memberikan pernyataan kepada awak media lewat selembar kertas yang diberikan seorang pegawainya kepada sejumlah wartawan yang berada di lokasi penggeledahan.
Dalam selembar surat tersebut, tertulis dengan huruf kapital 'PERNYATAAN RESMI'.
Ada tiga poin pernyataan resmi Ridwan Kamil dalam selembar kertas tersebut.
Pertama, Ridwan Kamil membenarkan rumahnya didatangi penyidik KPK.
"Bahwa benar kami didatangi oleh tim KPK terkait perkara di BJB," tulis Emil dalam surat tersebut.
Kedua, Ridwan Kamil mengakui bila tim KPK menunjukkan surat tugas resmi saat mendatanginya.
"Tim KPK sudah menunjukan surat tugas resmi, dan kami selaku warga negara yang baik sangat kooperatif dan sepenuhnya mendukung/ membantu tim KPK secara profesional," tulis Ridwan Kamil pada poin kedua.
Ketiga, Ridwan Kamil meminta insan pers untuk bertanya lebih lanjut kepada KPK.
"Hal-hal terkait lainnya kami tidak bisa mendahului tim KPK dalam memberikan keterangan, silahkan insan pers bertanya langsung kepada tim KPK," ucap pada poin ketiga surat yang ditulisnya.
Di akhir pernyataannya, tertulis nama jelas menggunakan huruf kapital nama RIDWAN KAMIL.
KPK Tetapkan 5 Tersangka
KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank BUMD di Jawa Barat.
Lima tersangka tersebut di antaranya Direktur Utama nonaktif bank BUMD di Jawa Barat Yuddy Renaldi (YR); Widi Hartono (WH), pimpinan Divisi Corporate Secretary bank; Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (SUH), pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE); dan R Sophan Jaya Kusuma (RSJK), pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).
Plh Direktur Penyidikan, Budi Sokmo pun mengungkap konstruksi perkara kasus tersebut.
Pada periode 2021–2023, bank BUMD Jabar Banten merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola oleh Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online via kerja sama dengan enam agensi.
Masing-masing agensi mendapatkan anggaran yang berbeda-beda.
Untuk PT CKMB Rp41 miliar; PT CKSB Rp105 miliar; PT AM Rp99 miliar; PT CKM Rp 81 miliar; PT BSCA Rp33 miliar; dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menduga bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan bank serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa (PBJ).
"Terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media [selisih antara yang dibayarkan dari bank ke agensi dengan agensi ke media], yaitu sebesar Rp 222 miliar," kata Budi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Budi mengatakan, Rp 222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-budgeter oleh bank.
Di mana peruntukan dana non-budgeter itu sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi selaku dirut bersama-sama dengan Widi Hartono untuk bekerja sama dengan enam agensi.
Perbuatan Melawan Hukum
Budi mengungkap, Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartono yang juga merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK), mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021–2023 sebagai sarana kick back.
Yuddy bersama dengan Widi mengetahui dan/atau memerintahkan pengguna barang untuk bersepakat dengan rekanan jasa agensi dalam penggunaan kick back.
Dirut bersama-sama dgn PPK mengetahui dan/atau memerintahkan Panitia Pengadaan untuk mengatur pemilihan agar memenangkan rekanan yang disepakati:
"Dirut bersama-sama dengan PPK mengetahui penggunaan uang yang menjadi dana non-budgeter bank," kata Budi.
PPK melaksanakan pengadaan jasa agensi tahun 2021–2023 dengan melanggar ketentuan, sebagai berikut:
1. Menyusun dokumen harga perkiraan sendiri (HPS) bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi, guna menghindari lelang;
2. Memerintahkan panitia pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai standar operasional prosedur (SOP);
3. Membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran, sehingga terjadi post bidding.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut berkaitan dengan kerugian keuangan negara.
Ancaman hukuman untuk Pasal 2 dan 3 UU Tipikor adalah pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun untuk Pasal 2, dan minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun untuk Pasal 3.
Atas perbuatan rasuah para tersangka, KPK menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 222 miliar.
KPK pun pada 28 Februari 2025 telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 373 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap lima tersangka dimaksud.
Mereka dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.