Senin, 18 Agustus 2025

Kajian KPK: Sistem Pengawasan Hutan Minim Bikin Negara Rugi Rp35 M Per Tahun, PNBP Raib Rp15,9 T

KPK bersama sejumlah lembaga antikorupsi dunia menyoroti sektor kehutanan yang jadi salah satu bidang rentan terhadap praktik korupsi.

Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/HERUDIN
PENGAWASAN HUTAN - Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). KPK bersama sejumlah lembaga antikorupsi dunia menyoroti sektor kehutanan yang jadi salah satu bidang rentan terhadap praktik korupsi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama sejumlah lembaga antikorupsi dunia menyoroti sektor kehutanan yang jadi salah satu bidang rentan terhadap praktik korupsi.

Berdasarkan kajian KPK bersama U4 Anti-Corruption Resource Center (Norwegia) dan GIZ (Jerman) dengan tema “Pemberantasan Korupsi di Sektor Kehutanan”, disebutkan bahwa akibat lemahnya sistem pengawasan hutan, RI merugi hingga miliaran rupiah per tahun, serta berpotensi menghilangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga triliunan rupiah per tahun.

"Lemahnya sistem pengawasan hutan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp35 miliar per tahun serta berpotensi menghilangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp15,9 triliun per tahun," tulis keterangan resmi KPK, Selasa (18/3/2025).

Sebagai upaya mengatasi permasalahan tersebut, KPK terus mendorong penguatan tata kelola sektor kehutanan di Indonesia untuk memutus mata rantai perilaku korupsi, demi bumi yang lestari. 

Salah satu fokusnya adalah wilayah konservasi Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, yang sekitar 80 persen (dari 1,1 juta hektare) wilayahnya didominasi oleh kawasan hutan lindung.

“Di sektor kehutanan, kerawanan korupsi sering terjadi pada tahapan perizinan, tata ruang kawasan hutan, serta dalam pengawasan dan penegakan hukum yang lemah,” kata Wakil Kepala Satuan Tugas II Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK, Dion Hardika Sumarto.

Hingga 2020, KPK telah menangani 688 kasus korupsi di sektor kehutanan, dengan rincian, 396 kasus suap, 171 kasus terkait pengadaan barang dan jasa, serta 46 kasus penyalahgunaan anggaran.  

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, KPK juga telah menangani lebih dari 51 kasus korupsi di Papua, di mana kasus di sektor kehutanan mencakup sekitar 4 persen dari total kasus. 

Sementara itu, sepanjang 2004–2020, lebih dari 24 pejabat telah diproses hukum terkait kasus korupsi di sektor kehutanan.

Praktik-praktik koruptif yang teridentifikasi pun beragam, meliputi penebangan liar, konversi hutan untuk perkebunan sawit, hingga penyalahgunaan izin dan penyelundupan kayu. 

Oleh karena itu, kata Dion, perbaikan tata kelola kehutanan multipihak menjadi sangat penting untuk memastikan sumber daya alam dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh masyarakat secara adil. 

“Perbaikan tata kelola juga harus sejalan dengan reformasi agraria agar pemanfaatan sumber daya alam, terutama di sektor kehutanan, dapat lebih memberikan manfaat bagi masyarakat. Saat ini, data menunjukkan bahwa penggunaan lahan dan sumber daya alam masih dikuasai secara timpang oleh korporasi, yang menguasai lebih dari 90%, sementara rakyat hanya memiliki akses terhadap 2,7 hektare lahan,” katanya.

KPK juga mendorong instansi terkait seperti Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), serta pemerintah daerah untuk bekerja sama guna mencegah tumpang tindih kebijakan serta ketidaksesuaian yang dimulai dari proses perizinan tata ruang atau tata kelola yang berpotensi membuka celah bagi praktik korupsi. 

Untuk itu, KPK terus mengawal implementasi kebijakan tata kelola yang transparan dan akuntabel, serta mendorong sinergi antarlembaga dalam pengawasan dan penegakan hukum di sektor kehutanan.

Sementara itu, dalam upaya mereformasi tata kelola sektor kehutanan secara nasional, KPK telah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan kepada instansi terkait. 

Langkah ini bertujuan untuk menutup celah praktik korupsi serta menjaga kelestarian sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. 

Perbaikan itu meliputi: mendorong layanan perizinan di sektor SDA dilakukan secara digital melalui aplikasi SEHATI. 

KPK bersama tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) turut mendorong dilaksanakannya kebijakan satu peta untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDA dengan menciptakan kesesuaian alokasi ruang dan perizinan serta keadilan dalam pengalokasian lahan dan kepastian hukum untuk mencegah konflik lahan. 

KPK bersama tim Stranas PK mendorong percepatan penetapan kawasan hutan untuk mempercepat tercapainya kepastian hukum status kawasan hutan dan mengurangi tumpang tindih izin tata guna lahan. 

Lebih lanjut, Dion menekankan seluruh upaya ini tentunya tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif masyarakat. 

Keterlibatan seluruh elemen dan seluruh pihak dalam pemberantasan korupsi di sektor kehutanan menjadi sangat krusial. 

“Caranya sederhana, masyarakat dapat berperan aktif dengan melaporkan kasus-kasus korupsi yang mereka ketahui melalui saluran pengaduan yang sudah disediakan oleh KPK, seperti pengaduan via WhatsApp, call center KPK di 198, dan whistleblowing system KPK,” ujarnya. 

Dengan keterlibatan masyarakat ini, diharapkan proses pencegahan dan penindakan akan semakin efektif. 

Selain itu, KPK juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas laporan pengaduan yang diterima dari masyarakat, sehingga setiap langkah yang diambil dapat lebih tepat sasaran. 

“Kami akan terus melakukan pembinaan agar laporan yang masuk semakin berkualitas dan bermanfaat untuk perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia. Tentunya semua ini bertujuan untuk memastikan sektor kehutanan tidak hanya memberi manfaat ekonomi yang besar bagi negara, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat adat dan lingkungan,” kata Dion. 

Sementara, Kepala Kantor BPN Tambrauw, Edhi Prabowo, mengatakan keterlibatan berbagai pihak dalam perencanaan pembangunan tata ruang wilayah diperlukan agar kepentingan pemerintah, masyarakat adat, dan sektor swasta dapat terakomodasi dengan baik. 

BPN sendiri telah menyiapkan konsep reforma agraria untuk membantu reformasi tata kelola hutan, dengan melakukan penataan kembali struktur penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset yang disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran masyarakat. 

“Untuk memudahkan pelaksanaan reforma agraria juga telah dibentuk kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga di pusat hingga pemda. Dengan adanya GTRA di setiap tingkatan ini diharapkan bisa mempermudah koordinasi, eksekusi, serta penyelesaian hambatan yang ditemui di daerah,” katanya. 

Adapun strategi yang diusung meliputi legalisasi aset, redistribusi tanah, pemberdayaan ekonomi subjek reforma agraria, kelembagaan reforma agraria, serta partisipasi masyarakat. 

Baca juga: Anggota Komisi IV DPR Desak Perusahaan Sawit dan Tambang Ilegal di Kawasan Hutan Ditindak Tegas

Dengan upaya bersama antara KPK, instansi terkait, pemerintah, dan masyarakat, diharapkan praktik korupsi di sektor kehutanan dapat diminimalkan, sehingga hutan Indonesia dapat tetap lestari dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan