Minggu, 7 September 2025

Teror Kepala Babi

Geramnya Susi Pudjiastuti dengan Hasan Nasbi soal Teror Tempo: Dia Harus Berhenti Bicara Depan Umum

Hasan Nasbi menanggapi santai soal teror kepala babi yang dialami oleh salah satu Jurnalis Tempo, sebut kiriman kepala babi itu dimasak saja.

Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
TRIBUN/HO/DOK MOLA TV
TEROR KEPALA BABI - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berbincang secara virtual dengan legenda Tinju dunia Mike Tyson dalam acara Mola Living Live di Jakarta, Jumat (2/10/2020). Susi Pudjiastuti merasa geram dengan pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi saat membahas soal teror yang dialami media Tempo belakangan ini. 

"Ucapan dan tindakannya tidak lagi semata mencerminkan dirinya tapi mencerminkan pemerintah dan bahkan negara."

"Maka jika kalimat seperti itu keluar dari lisan seorang pejabat negara maka kepada siapa kita mengharap teladan dalam berbangsa," kata Ray, Senin (24/3/2025). 

Menurut Ray, kalimat 'Itu bisa dimasak' itu jelas menggambarkan suatu perasaan yang marah, emosi bahkan bernuansa dendam. 

"Ada apa antara Hasan Nasbi dengan Tempo. Apa kiranya yang membuat Tempo seperti sesuatu yang tidak patut dan layak dilindungi keselamatannya?" kata Ray. 

"Alih-alih dilindungi, malah disudutkan dengan kata-kata seperti di atas. Dan tidak cukup sampai di situ, terus dipojokan dengan istilah itu urusan Tempo sendiri," jelasnya. 

Kalimat kedua, menurut Ray, menunjukan pemerintah seperti lepas tangan dari keselamatan warga negara. 

"Siapapun dia, bahkan seorang kriminal sekalipun, wajib mendapatkan perlindungan keselamatan dari negara. Tanpa kecuali."

"Maka kalimat saudara Hasan Nasbi tersebut seperti melepaskan kewajiban pemerintah itu," kata Ray. 

Ray mengatakan, pemerintah yang tidak menjamin keselamatan warga negara adalah pemerintah yang tidak layak untuk memerintah. 

"Pernyataan bahwa reaksi awak Tempo dengan bercanda jadi sebab pemerintah tidak peduli pada ancaman keselamatan awak Tempo adalah dalih yang tidak absah."

"Ekspresi seseorang yang mendapat teror tidak dapat dipaksakan dengan model tertentu," imbuhnya. 

Ray mengatakan, pemerintah lepas tangan karena ekspresi korban tidak sesuai yang mereka bayangkan atau inginkan menunjukan bibit otoritarianisme. 

"Meminta segala hal sesuai dengan keinginan, arahan, dan bahasa kekuasaan adalah watak otoritarianisme dari kekuasaan," tandasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmat Fajar)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan