Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien
Motif Dokter PPDS RSHS Perkosa Anak Pasien, Punya Fantasi Seksual Hubungan Intim dengan yang Pingsan
Motif PAP dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung rudapaksa anak pasien ada fantasi sesksual.
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Polisi mengungkap motif Priguna Anugerah Pratama (PAP) (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang memperkosa keluarga pasien.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan menyebut jika tersangka memiliki fantasi seksual yang berbeda.
Baca juga: Korbannya Diduga Banyak, Modus Bejat Dokter PPDS RSHS Bandung Sama, Ambil Darah, DNA dan Dibius
“Semacam apa ya, punya fantasi tersendiri dengan seksualnya gitu,” kata Surawan dikutip Jumat (11/4/2025).
Padahal, Priguna sendiri sudah tidak melajang dan baru menikah baru-baru ini.
Namun, hal itu tak bisa membuat tersangka berhenti memuaskan fantasinya tersebut.
Diduga, fantasi seksual Priguna yakni senang ketika melakukan hubungan intim dengan seseorang yang sedang pingsan.
Baca juga: Rumah Tangga Dokter PPDS Tersangka Rudapaksa Jadi Sorotan, Kuasa Hukum: Terima Konsekuensi Terburuk
Meski begitu, Surawan menegaskan pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal tersebut.
"Semacam punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin pingsan gitu ya. Nanti kita lakukan visum psikiatrikum,” jelasnya.
Kronologis Kasus
Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31), di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).
Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.
Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.
Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.
"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," beber Hendra.
Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.
Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.
"Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB," jelas Hendra.
Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

"Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," terangnya.
Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.
Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.
"Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini," sebut Hendra.
Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.
Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun," papar Hendra.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.