Sabtu, 23 Agustus 2025

Revisi UU TNI

UU TNI Hasil Revisi Sudah Diteken, Koalisi Masyarakat Sipil Beri Sejumlah Kritik dan Catatan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memberi sejumlah catatan usai diundangkannya UU TNI hasil revisi tersebut.

Penulis: Chaerul Umam
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
SOROTI UU TNI - Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memberi sejumlah catatan usai diundangkannya UU TNI hasil revisi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah resmi mencatat revisi UU TNI oleh DPR RI melalui UU No. 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas UU No. 34/2004, diundangkan di Jakarta, 26 Maret 2025, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 35.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan memberi sejumlah catatan usai diundangkannya UU TNI hasil revisi tersebut.

Menurut Koalisi, pembahasan UU tersebut dilakukan secara tergesa-gesa oleh DPR RI dan Pemerintah, tanpa membuka ruang partisipasi publik yang memadai serta mengabaikan semangat reformasi militer pasca-Orde Baru.

“Kami menilai, revisi UU TNI ini bukanlah langkah untuk membentuk tentara yang profesional dan modern. Justru sebaliknya, ini merupakan jalan mundur yang membuka kembali ruang dwifungsi TNI,” kata Ardi Manto Adiputra, Direktur Imparsial, mewakili Koalisi Masyarakat Sipil, dalam keterangannya Jumat (18/4/2025).

Selain itu, sorotan utama Koalisi Masyarakat Sipil adalah perubahan mendasar dalam pengaturan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam UU sebelumnya, pelaksanaan OMSP harus melalui keputusan politik negara, yaitu keputusan Presiden dengan persetujuan DPR. 

Namun dalam revisi terbaru, hal ini diganti dengan cukupnya “informasi” dari pemerintah kepada DPR.

“Ini membuka ruang militer untuk kembali mengambil peran dalam keamanan dalam negeri dan program pembangunan, sebagaimana terjadi pada era Orde Baru,” ucap Ardi.

Ia juga menyoroti dalam penjelasan UU yang baru, militer bahkan diberi kewenangan untuk membantu pemerintah daerah dalam menangani persoalan infrastruktur, pemogokan, dan konflik.

Koalisi menilai hal ini membahayakan kebebasan sipil.

“Pasal ini berpotensi menempatkan militer kembali berhadapan dengan rakyatnya sendiri. Aksi mogok, unjuk rasa, atau demonstrasi adalah bagian dari hak konstitusional warga untuk berekspresi. Jika militer dilibatkan dalam pengendaliannya, ini bisa membawa kita kembali ke masa kelam Orde Baru,” kata Ardi.

Lebih lanjut, koalisi menilai bahwa keterlibatan militer dalam OMSP yang luas justru melemahkan profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara. 

Tugas utama TNI dalam menjaga kedaulatan negara akan terganggu karena terseret ke dalam urusan sipil.

“Militer akan lebih sibuk dengan operasi selain perang, daripada fokus pada pertahanan negara. Ini jelas menyimpang dari tujuan reformasi militer,” ujarnya.

Pasal Jabatan Sipil dan Perpanjangan Masa Pensiun Perwira TNI

Pasal lain yang menuai kritik adalah Pasal 47 ayat (1), yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil seperti di Sekretariat Presiden dan BNPB. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan