Sabtu, 4 Oktober 2025

Angka Perceraian Tinggi, Menag Usulkan Revisi UU Perkawinan: Negara Hadir Jaga Keutuhan Pernikahan

Menag mengusulkan adanya revisi UU Perkawinan di tengah tingginya angka perceraian di Indonesia. Dia mengatakan revisi UU Perkawinan adalah mendesak.

TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
REVISI UU PERKAWINAN - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar melakukan sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Sutdio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025). Umar mengusulkan adanya revisi UU Perkawinan di tengah angka perceraian yang tinggi di Indonesia. Selain itu, revisi diperlukan demi menghilangkan adanya orang miskin baru akibat perceraian. Hal ini disampaikannya saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (22/4/2025). TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengusulkan adanya revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Umar mengatakan bahwa angka perceraian di Indonesia begitu tinggi serta memicu lahirnya kemiskinan baru.

Dia mengungkapkan revisi tersebut menjadi wujud hadirnya pemerintah untuk menjaga keutuhan pernikahan masyarakat.

“Perceraian sering kali melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya adalah istri, lalu anak. Karena itu, negara perlu hadir bukan hanya dalam mengesahkan, tapi juga menjaga keberlangsungan pernikahan,” katanya dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (22/4/2025), dikutip dari laman Kementerian Agama.

Umar juga mengatakan bahwa perlunya revisi UU Perkawinan sebagai wujud perlindungan keluarga dan investasi bagi masa depan bangsa.'

Pada kesempatan yang sama, Umar juga menyoroti perlunya pendekatan mediasi demi terjaganya keutuhan pernikahan.

Dalam raker tersebut, dia pun merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat dilakukan BP4 selaku oraganisasi yang memiliki wewenang memberikan pendampingan bagi keluarga yang mengalami masalah dalam pernikahan.

Umar pun berharap BP4 menjadi garda terdepan yang mencegah meningkatnya angka perceraian.

“Kita perlu lebih fokus pada mediasi. BP4 menjadi pihak yang paling tepat dalam merespons dan mencegah meningkatnya angka perceraian. Bahkan, jika perlu, kita usulkan Undang-Undang baru tentang ketahanan rumah tangga,” ujarnya.

Baca juga: Menag Nasaruddin Berduka Atas Wafatnya Paus Fransiskus: Persahabatan Beliau Tak Bisa Kita Lupakan

Adapun 11 strategi yang direkomendasikan Umar kepada BP4 yaitu sebagai berikut.

1. Memperluas peran mediasi kepada pasangan pranikah dan usia matang yang belum menikah.

2. Proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah.

3. Berperan sebagai "makcomblang" atau perantara jodoh.

4. Melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar.

5. Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.

6. Bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.

7. Memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah.

8. Menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.

9. Melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh.

10. Menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya.

11. Menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.

Angka Perceraian 2024 Hampir 400 Ribu Perkara

Angka perceraian di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 399.921 perkara, mengutip dari data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Adapun pemicu terbanyak terjadi perceraian karena adanya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yaitu sebanyak 251.125 perkara.

Faktor terbanyak kedua adalah akibat masalah ekonomi, yaitu sebanyak 100.198 perkara perceraian.

Lalu, pemicu terbanyak ketiga hingga terjadinya perceraian adalah faktor perselingkuhan, yaitu ada 31.265 perkara.

Di sisi lain, wilayah yang paling banyak terjadi perceraian pada tahun 2024 adalah Jawa Barat sebanyak 88.985 perkara.

Faktor paling banyak terjadinya perceraian di Jawa Barat adalah lantaran perselisihan terus-menerus.

Di peringkat kedua ada Jawa Timur yang angka perceraiannya mencapai 79.293 perkara dengan faktor terbanyak adalah terjadinya perselisihan.

Peringkat ketiga adalah Jawa Tengah dengan jumlah 64.937 perkara.

Senada dengan penyebab di dua provinsi sebelumnya, penyebab terbanyak terjadinya perceraian di Jawa Tengah adalah karena perselisihan dalam keluarga secara terus-menerus.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved