Golkar Dukung Penuh Gelar Pahlawan Soeharto: Tak Boleh Kangkangi Haknya karena Kebencian
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mendukung usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden ke-2, Soeharto.
Penulis:
Milani Resti Dilanggi
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mendukung usulan pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Presiden ke-2, Soeharto.
Doli mengingatkan masyarakat untuk tak 'mengangkangi' hak Soeharto dalam penerimaan gelar pahlawan.
Ia mengatakan, ada hak dan prestasi yang harus dihormati.
"Sebagai anak bangsa, kita harus menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam arti bahwa kebencian tidak boleh mengangkangi hak dan prestasi seseorang, serta usulan pihak lainnya," ujar Doli, Jumat (25/4/2025).
Doli menjelaskan bahwa sejatinya usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional bukan baru kali ini terjadi.
Pada tahun 2010, Pemprov Jawa Tengah sudah mengusulkan pemberian gelar Pahlawan terhadap Soeharto.
Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) bentukan Kemensos pun menilai Soeharto layak menyandang gelar tersebut, merujuk pada rekam jejaknya dalam sejarah perjuangan bangsa.
Dalam kesempatan terpisah, Doli tak menampik bahwa memang semasa kepemimpinan Soeharto tak luput dari kekurangan dan kelemahan.
Namun, menurutnya, di balik kekurangan tersebut juga ada jasa yang luar biasa bagi negara dan bangsa.
"Apalagi presiden. Saya kira terlepas yang namanya juga manusia, ada kelemahan, ada kekurangan. Presiden-presiden kita ini semuanya sudah punya jasa yang luar biasa buat bangsa ini, sehingga kita seperti ini," kata Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Ia menilai, usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto bukan hal yang bermasalah.
Baca juga: PAN Nilai Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Patut Dipertimbangkan atas Capaiannya
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu mencontohkan Presiden pertama, Soekarno, yang telah lebih dahulu mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Menurutnya, Soekarno telah meletakkan fondasi utama dalam membangun kekuatan nasional bangsa Indonesia.
"Kemudian dilanjutkan Pak Harto. Pak Harto itu adalah presiden yang kita harus jujur mengatakan memulai konsolidasi meletakkan dasar pembangunan kita di seluruh aspek, terutama aspek ekonomi. Jadi, banyak yang sudah Pak Harto torehkan," ujarnya.
Doli berpendapat, bangsa Indonesia tidak akan maju apabila terus memelihara rasa benci terhadap masa lalu.
Bagi Partai Golkar, sosok Soeharto sangat layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
"Apalagi Golkar, Golkar punya sejarah yang cukup panjang dengan Pak Harto ya, kami merasakan betul bagaimana Pemerintahan Indonesia selama Pak Harto itu banyak sekali yang kita rasakan manfaatnya. Jadi posisi Golkar mendukung penuh Pak Soeharto untuk diberi gelar pahlawan," ungkapnya.
Amnesty Menolak
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan usulan Soeharto jadi pahlawan nasional cederai amanat reformasi.
“Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru," kata Usman Hamid, Rabu, (23/4/2025).
Usulan tersebut, kata Hamid mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.
"Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang. Oleh karena itu, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu," sambungnya.
Menurutnya, Soeharto berperan dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur.
"Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah," tegasnya.
Diketahui, Nama Soeharto kembali masuk dalam daftar usulan bersama lima tokoh lainnya, yakni K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Sementara itu, empat tokoh yang baru diusulkan tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).
(Tribunnews.com/Milani/Rahmat Fajar Nugaraha)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.