Hari Buruh
Amnesty International: Kekerasan Saat Aksi Hari Buruh di Jakarta dan Semarang Bukti Praktik Otoriter
Amnesty International Indonesia mengungkapkan adanya kekerasan terhadap buruh di Jakarta dan Semarang pada aksi May Day 2025.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 berujung pada insiden kekerasan di Jakarta dan Semarang.
Amnesty International Indonesia mengecam kekerasan yang terjadi pada aksi tersebut, yang menurut mereka menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia masih terus menjalankan praktik otoriter dengan membungkam kebebasan berekspresi dan berkumpul.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menilai kekerasan yang terjadi merupakan bukti nyata dari pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlangsung di Indonesia.
Ia menambahkan, "Ini adalah bukti bahwa pemerintah Indonesia terus melakukan praktik-praktik otoriter. Kekerasan terhadap buruh dan tindakan represif lainnya adalah indikasi jelas bahwa kebebasan berekspresi dan berkumpul masih dibatasi."
Baca juga: Prabowo Janji Bentuk Satgas PHK, Pengamat: Wujud Nyata Negara Lindungi Buruh
Kekerasan di Jakarta
Di Jakarta, unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) di depan Gedung DPR/MPR RI berakhir ricuh.
Aksi buruh yang dimulai dengan pembakaran ban pada pukul 14.33 WIB itu memicu ketegangan antara massa dan aparat kepolisian.
Saat polisi berupaya untuk memadamkan api, bentrokan fisik pun tak dapat dihindari.
Beberapa anggota polisi dipukul mundur oleh massa yang menentang upaya pemadaman api.
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Chondro, yang sempat mendekati massa untuk menghentikan aksi tersebut, mengalami kesulitan karena buruh menolak permintaan tersebut.
Situasi semakin memanas hingga polisi akhirnya berhasil memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam api ringan (APAR).
Meski demikian, ketegangan kembali muncul saat polisi memadamkan api, dan massa menuntut agar polisi mundur dan memberi ruang untuk melanjutkan aksi mereka.
Beruntung, situasi berhasil mereda setelah pemandu aksi mengingatkan peserta untuk tetap tenang dan menghindari provokasi.
Aksi Ricuh di Semarang
Di Semarang, ketegangan serupa terjadi saat polisi berusaha membubarkan aksi massa dengan menggunakan water cannon dan kendaraan taktis.
Para demonstran yang menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja menghadapi perlakuan keras dari aparat.
Amnesty International menilai bahwa tindakan polisi ini merupakan bentuk kekerasan fisik yang tidak sah, serta penangkapan semena-mena terhadap para demonstran.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.