Minggu, 28 September 2025

Polemik Pembinaan Anak Nakal di Barak Militer, KPAI Singgung Hak Anak yang Seharusnya Dipenuhi Dulu

Dalam pembinaan anak nakal KPAI lebih menyarankan adanya pemenuhan hak anak, baik dari segi kasih sayang orang tua maupun pendidikan.

Kompas.com/Dzaky Nurcahyo
PEMBINAAN ANAK NAKAL - Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono mengaku masih belum bisa menilai tepat atau tidaknya program yang dicetuskan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak nakal atau bermasalah ke barak militer untuk dibina. Dalam pembinaan anak nakal, KPAI lebih menyarankan adanya pemenuhan hak anak, baik dari segi kasih sayang orang tua maupun pendidikan. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono mengaku masih belum bisa menilai tepat atau tidaknya program yang dicetuskan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak nakal atau bermasalah ke barak militer untuk dibina.

Aris menyebut, program pembinaan anak bermasalah di barak militer ini baru berjalan, sehingga KPAI masih melakukan pengawasan.

Menurut Aris, anak masuk dalam kelompok rentan, sehingga butuh adanya pendekatan dan perlindungan.

Kemudian dalam perlindungan anak ini, ada pemenuhan hak anak yang harus dilakukan.

"Kami belum bisa pada tepat atau tidak, karena ini juga baru berjalan, kami akan melakukan pengawasan. Tapi pada prinsipnya begini, anak masuk dalam kelompok rentan."

"Karena dia masuk dalam kelompok rentan, maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus,  dia butuh perlindungan."

"Dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak," kata Aris dalam Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Selasa (6/5/2025).

Hak Anak Harus Dipenuhi Dulu

Lebih lanjut Aris menyebut, jika program Dedi Mulyadi ini menyasar anak bermasalah, maka harus dipertanyakan pelabelan anak bermasalah ini apakah benar karena perilaku anak menyimpang atau hanya sekedar stigma belaka.

"Artinya kalau program ini menyasar pada anak-anak yang dalam tanda kutip di stigma anak nakal anak bermasalah ini saya kira ini persoalan tersendiri. Karena ini akan menjadi anak korban stigma," terang Aris.

Pasalnya menurut Aris, anak tidak akan berperilaku menyimpang jika pemenuhan haknya bisa berjalan baik.

Di antaranya memperoleh hak pengasuhan optimal dari orang tuanya.

Baca juga: Warga Jakarta Minta Pramono Tiru Dedi Mulyadi yang Kirim Siswa Nakal ke Barak: Tak Bahaya

Orang tua juga bisa memberikan komunikasi terbaik kepada anak sehingga persoalan psikis anak ini tidak muncul.

"Anak dalam situasi stigma atau berperilaku menyimpang, itu dia  tidak serta merta berperilaku menyimpang kalau pemenuhan haknya berjalan dengan baik. Misalkan pengasuhannya optimal, betul-betul ada kelekatan dengan orang tuanya, betul-betul orang tuanya hadir memberikan komunikasi yang terbaik."

"Memberikan perhatian, kepercayaan yang terbaik, sehingga persoalan psikis, perilaku menyimpang yang kemudian dialami, dia akan komunikasikan dengan baik kepada orang tua dan orang tua dengan pengasuhan terbaiknya memberikan solusi yang terbaik pula," jelas Aris.

Tak hanya pemenuhan hak anak dari orang tua saja, anak juga perlu pemenuhan hak dari satuan pendidikan.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan