Senin, 29 September 2025

Polemik Pembinaan Anak Nakal di Barak Militer, KPAI Singgung Hak Anak yang Seharusnya Dipenuhi Dulu

Dalam pembinaan anak nakal KPAI lebih menyarankan adanya pemenuhan hak anak, baik dari segi kasih sayang orang tua maupun pendidikan.

Kompas.com/Dzaky Nurcahyo
PEMBINAAN ANAK NAKAL - Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono mengaku masih belum bisa menilai tepat atau tidaknya program yang dicetuskan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak nakal atau bermasalah ke barak militer untuk dibina. Dalam pembinaan anak nakal, KPAI lebih menyarankan adanya pemenuhan hak anak, baik dari segi kasih sayang orang tua maupun pendidikan. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono mengaku masih belum bisa menilai tepat atau tidaknya program yang dicetuskan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak nakal atau bermasalah ke barak militer untuk dibina.

Aris menyebut, program pembinaan anak bermasalah di barak militer ini baru berjalan, sehingga KPAI masih melakukan pengawasan.

Menurut Aris, anak masuk dalam kelompok rentan, sehingga butuh adanya pendekatan dan perlindungan.

Kemudian dalam perlindungan anak ini, ada pemenuhan hak anak yang harus dilakukan.

"Kami belum bisa pada tepat atau tidak, karena ini juga baru berjalan, kami akan melakukan pengawasan. Tapi pada prinsipnya begini, anak masuk dalam kelompok rentan."

"Karena dia masuk dalam kelompok rentan, maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus,  dia butuh perlindungan."

"Dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak," kata Aris dalam Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Selasa (6/5/2025).

Hak Anak Harus Dipenuhi Dulu

Lebih lanjut Aris menyebut, jika program Dedi Mulyadi ini menyasar anak bermasalah, maka harus dipertanyakan pelabelan anak bermasalah ini apakah benar karena perilaku anak menyimpang atau hanya sekedar stigma belaka.

"Artinya kalau program ini menyasar pada anak-anak yang dalam tanda kutip di stigma anak nakal anak bermasalah ini saya kira ini persoalan tersendiri. Karena ini akan menjadi anak korban stigma," terang Aris.

Pasalnya menurut Aris, anak tidak akan berperilaku menyimpang jika pemenuhan haknya bisa berjalan baik.

Di antaranya memperoleh hak pengasuhan optimal dari orang tuanya.

Baca juga: Warga Jakarta Minta Pramono Tiru Dedi Mulyadi yang Kirim Siswa Nakal ke Barak: Tak Bahaya

Orang tua juga bisa memberikan komunikasi terbaik kepada anak sehingga persoalan psikis anak ini tidak muncul.

"Anak dalam situasi stigma atau berperilaku menyimpang, itu dia  tidak serta merta berperilaku menyimpang kalau pemenuhan haknya berjalan dengan baik. Misalkan pengasuhannya optimal, betul-betul ada kelekatan dengan orang tuanya, betul-betul orang tuanya hadir memberikan komunikasi yang terbaik."

"Memberikan perhatian, kepercayaan yang terbaik, sehingga persoalan psikis, perilaku menyimpang yang kemudian dialami, dia akan komunikasikan dengan baik kepada orang tua dan orang tua dengan pengasuhan terbaiknya memberikan solusi yang terbaik pula," jelas Aris.

Tak hanya pemenuhan hak anak dari orang tua saja, anak juga perlu pemenuhan hak dari satuan pendidikan.

Karena satuan pendidikan memiliki peran dalam memberikan fasilitas pendidikan, pengenalan budaya, hingga pemanfaatan waktu luang anak.

Agar nantinya anak bisa tumbuh dengan mental yang memiliki ketahanan dan pengendalian diri yang baik.

"Berikutnya ada satuan pendidikan yang punya peran bagaimana kemudian memberikan hak kepada anak-anak terkait pendidikan, pemanfaatan waktu luangnya, pengenalan budayanya, agar kemudian dia mampu tumbuh dengan mental yang memiliki ketahanan atau self kontrol terhadap dirinya."

"Kemudian tidak masuk pada perilaku menyimpang atau pergaulan-pergaulan menyimpang, atau lingkungan negatif. Kalau hak ini dipenuhi maka tidak perlu membutuhkan perlindungan khusus," imbuhnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Bongkar Perubahan Drastis Siswa ‘Nakal’ Usai Dibina TNI

Pembinaan di Militer Tak Sesuai dengan Tumbuh Kembang Anak

Aris lantas mempertanyakan mengapa pemerintah tidak memenuhi hak-hak anak ini terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan pembinaan ke anak bermasalah.

Terlebih pembinaan ini dilakukan di barak militer, Aris pun menilai lingkungan militer ini tak sesuai dengan tumbuh kembang anak.

"Maka pertanyaannya adalah bagaimana kemudian Pemerintah daerah memenuhi hak ini dulu. Tidak serta merta ada anak nakal, sementara haknya belum terpenuhi."

"Kemudian anaknya harus menanggung akibat itu, dalam bentuk mengikuti pendidikan khusus di militer, yang tentu itu banyak yang tidak sesuai dengan masa tumbuh kembang anak," tegas Aris.

Baca juga: Bupati Purwakarta Klaim Pembinaan Siswa Nakal di Barak Tak Menyeramkan, Mabes TNI AD Beri Penjelasan

Penjelasan Mabes TNI AD soal Pembinaan Anak Bermasalah

Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes TNI AD) menanggapi polemik kerjasamanya dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang digagas Gubernur Dedi Mulyadi dalam program pembinaan untuk siswa bermasalah. 

Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana mengatakan nama dari program tersebut adalah Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan.

Dengan tegas Wahyu membantah program ini sebagai bentuk pendidikan militer atau militerisasi remaja.

Program ini juga bertujuan untuk membentuk pendidikan karakter yang mengedepankan pendekatan bimbingan.

Baca juga: Tak Setuju dengan Dedi Mulyadi, Komnas HAM Sebut Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer Langgar Hak Anak

“Pendidikan pembentukan karakter dan kedisiplinan ini bukan merupakan bentuk pendidikan militer atau pendidikan ala militer, walaupun dilaksanakan di lingkungan Asrama Militer,” ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana, Jumat (2/5/2025).

Menurut Wahyu, program pembinaan di barak militer ini akan berfokus pada pendekatan personal dan kelompok melalui bimbingan serta pengasuhan, bukan indoktrinasi bersenjata.

Program ini juga sudah diterapkan di dua lokasi yakni Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Bandung, dan Resimen Artileri Medan 1 Kostrad di Purwakarta.

Peluncurannya bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025, dan menyasar siswa-siswi SMP serta SMA sederajat yang mengalami masalah kepribadian, dengan catatan tidak terlibat dalam kasus pidana.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan