Bahan Peledak Kedaluwarsa Maut di Garut
TB Hasanuddin Sebut Ada Salah Perhitungan Dalam Pemusnahan Amunisi di Garut yang Tewaskan 11 Orang
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menyoroti Standar Operasional Prosedur dalam insiden ledakan amunisi kedaluarsa di Garut.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menyoroti Standar Operasional Prosedur (SOP), dalam insiden ledakan amunisi kedaluwarsa yang terjadi di Garut, Jawa Barat.
Dalam insiden itu, korban tewas dilaporkan berjumlah 11 orang.
TB Hasanuddin mengingatkan pentingnya SOP dan pengamanan ketat dalam proses peledakan amunisi kedaluwarsa, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Menurut TB Hasanuddin, lokasi yang digunakan sebenarnya sudah tepat karena berada cukup jauh dari permukiman warga.
Namun, ia menilai masih ada kekurangan dalam pengamanan area peledakan.
Baca juga: Daftar Sementara 11 Korban Tewas Akibat Ledakan di Tempat Pemusnahan Amunisi di Garut Jawa Barat
“Yang pertama itu, menurut hemat saya, sudah cukup jauh di pantai. Dari lokasi sudah tepat, tetapi seharusnya masyarakat harus disingkirkan. Iya, dijauhkan. Dan dilarang masuk ke wilayah peledakan atau di sekitar peledakan. Itu yang pertama,” kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (12/5/2025).
TB Hasanuddin menjelaskan, proses peledakan amunisi kedaluwarsa memang memiliki tingkat risiko tinggi, karena tidak semua amunisi meledak secara bersamaan saat ledakan pertama.
Baca juga: Detik-detik Pemusnahan Bom di Garut Berujung Maut, 11 Orang Tewas saat Ambil Sisa Selongsong
“Setelah peledakan pertama, amunisi itu belum tentu semua meledak. Karena mungkin amunisi itu sudah batas waktunya sudah habis. Tapi ketika ledakan pertama meledak, terjadi panas. Panas itulah yang kemudian meledakkan amunisi yang out of date,” ujarnya.
Legislator PDIP itu menilai, kesalahan bisa saja terjadi karena asumsi bahwa seluruh amunisi kedaluwarsa telah diledakkan.
Padahal, beberapa jenis amunisi yang telah kedaluwarsa membutuhkan waktu untuk bereaksi terhadap panas hingga akhirnya meledak.
“Ini dianggap sudah aman, dianggap semua amunisi itu sudah diledakkan, padahal sebagian masih ada yang, katakanlah awalnya membeku itu. Amunisi kedaluwarsa itu panas, panas, panas, begitu panas tertentu meledak,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ledakan kedua biasanya tidak bisa diprediksi dengan mudah, karena proses pemicunya terjadi secara bertahap akibat paparan panas dari ledakan pertama.
“Ledakan kedua itu sulit dideteksi. Kalau menurut saya, salah perhitungan. Dikira semua sudah meledak, itu selesai pada ledakan pertama. Lalu turun, ngecek. Ternyata mungkin, karena semakin lama kedaluwarsa makin lama meledaknya, tidak otomatis itu. Butuh waktu,” ucapnya.
Sebagai langkah ke depan, ia menyarankan agar pengalaman ini menjadi bahan evaluasi serius dalam SOP peledakan amunisi kedaluwarsa.
Ia juga meminta agar jumlah amunisi yang diledakkan dalam satu kali peledakan dibatasi agar lebih mudah dikendalikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.