Jumat, 22 Agustus 2025

Psikolog Forensik Sebut Indonesia Tak Punya Hukum Spesifik soal Inses: Bahkan UU TPKS Tak Menjangkau

Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, menjelaskan mengenai jeratan pidana dalam kasus Grup Facebook bernama Fantasi Sedarah.

|
Penulis: Rifqah
Editor: Bobby Wiratama
Tangkap Layar YouTube tvOneNews
FANTASI SEDARAH - Foto Pakar psikolofi forensik, Reza Indragiri. Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, menjelaskan mengenai jeratan pidana dalam kasus Grup Facebook bernama Fantasi Sedarah. 

TRIBUNNEWS.COM - Grup Facebook bernama Fantasi Sedarah yang memiliki puluhan ribu pengikut dan terang-terangan menyatakan menyukai hubungan seksual secara inses, hingga kini masih terus menjadi pembahasan.

Lantas, apakah grup tersebut bisa dijerat tindak pidana?

Mengenai hal ini, Pakar Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan bahwa grup tersebut bisa berasosiasi dengan inses atau aktivitas seksual oleh individu-individu bertalian darah.

Bisa juga pedofilia atau ketertarikan seksual kepada anak-anak prapuber.

Namun, menurut Reza, aktivitas seksual ini adalah sisi paling pelik.

Kendati demikian, sambungnya, terlepas dari apa pun itu keduanya tetap dianggap sebagai penyimpangan.

"Fantasi Sedarah, Pidananya di Mana? Pilah antara “aktivitas seksual” dan “aktivitas bermedia sosial”," kata Reza dalam pesan tertulisnya kepada WartaKotalive.com, Senin (19/5/2025).

"'Fantasi sedarah' berasosiasi dengan inses. Tapi bisa pula pedofilia ataupun molestation (aktivitas seksual dengan anak-anak prapuber)," ujar Reza.

Mengenai jeratan hukumnya, di Indonesia sendiri, kata Reza, tidak memiliki hukum tentang inses.

"Sekarang bayangkan, apa yang terjadi jika mereka yang melakukan inses itu adalah seorang ibu dan anak laki-lakinya yang berumur 20 tahun (belum menikah) dan mereka setuju melakukan itu?," katanya.

"Pahitnya, mereka tidak bisa dipidana," kata Reza.

Baca juga: Viral Grup Fantasi Sedarah di Facebook, Kapolri Listyo Sigit: Polri Lakukan Penyelidikan

Akan tetapi, para pelaku masih bisa dijerat pidana, jika memenuhi kriteria sebagai kekerasan seksual sebagai berikut:

  • Dilakukan terhadap anak-anak (individu berusia 0 hingga sebelum 18 tahun)
  • Dilakukan dengan paksaan, berarti bersifat non konsensual atau ada relasi kuasa yang asimetris
  • Perzinaan, yakni dilakukan oleh salah satu pihak atau kedua pihak yang mana masing-masing sudah menikah

UU TPKS Tak Bisa Menjangkau

Lebih lanjut, Reza mengatakan, bahkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tidak bisa menjangkau tindakan menyimpang tersebut.

"UU kita, katanya, bahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tidak bisa menjangkau mereka," ungkap Reza.

"Inilah bukti betapa sejumlah pasal dalam UU TPKS bersifat amoral," katanya.

"Saya sebut amoral karena pasal-pasal itu tidak menjiwai nilai-nilai moralitas, etik, dan kesakralan seks yang ada di masyarakat kita,' ujar Reza.

Reza pun mengatakan, akibat dari berbagai bentuk orientasi dan perilaku seksual yang tidak terjangkau itu, masyarakat menjadi tidak terlindungi dari berbagai kebejatan dan perbuatan amoral tersebut. 

Maka dari itu, Reza mengusulkan adanya revisi pada UU TPKS dan penambahan pasal dalam UU Perlindungan Anak, agar semua pihak bisa terlindungi secara hukum.

"Kita perlu melakukan revisi berupa perluasan bentuk tindak pidana kekerasan seksual dalam UU TPKS, juga penambahan pasal dalam UU Perlindungan Anak."

"Agar semua pihak benar-benar terlindungi oleh hukum dari berbagai bentuk orientasi dan perilaku seksual menyimpang," katanya.

Selain UU Perlindungan Anak dan UU TPKS, menurut Reza, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebenarnya juga dapat diterapkan pada kasus “fantasi sedarah ini”.

Sementara itu, kata Reza, terkait aktivitas bermedia sosial seperti menyebar informasi tentang inses dan pedofilia yang mengandung unsur asusila, hal ini relatif sederhana dan sudah jelas pidana.

"Para pelakunya bisa dijerat dengan UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik," katanya.

"Tinggal lagi seberapa jauh otoritas penegakan hukum, dalam hal ini kepolisian, akan memproses pidana anggota FB (Facebook) tersebut yang jumlahnya puluhan ribu itu," tutupnya.

KemenPPPA Minta Admin Grup Fantasi Sedarah Segera Ditindak

Mengenai Grup Fantasi Sedarah ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) meminta aparat penegak hukum menindak admin grup Facebook dengan nama "fantasi sedarah". 

Supaya memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.

"KemenPPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan incest yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak," ungkap Sekretaris KemenPPPA, Titi Eko Rahayu, melalui keterangan tertulis, Minggu (18/5/2025).

"Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut."

"Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang," ujar Titi.

Keberadaan dan diskusi antar anggota grup Facebook tersebut, menurut Titi, telah memenuhi tindakan kriminal.

Sebab, isinya berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual.

Titi mengatakan, konten ini dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia."

"Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.

Titi pun mendorong Facebook sebagai platform digital, untuk tanggap merespons konten yang melakukan eksploitasi seksual konten-konten lain yang membahayakan perempuan dan anak.

"Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," kata Titi.

Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Heboh Grup Facebook Fantasi Sedarah, Pidananya di Mana? Ini Kata Pakar Psikologi Forensik

(Tribunnews.com/Rifqah/Glery Lazuardi) (WartaKotalive.com/Budi Sam)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan