Kasus di PT Sritex
Kredit Macet Sritex Capai Rp3,58 Triliun, Ternyata Selama Ini Dipakai Iwan Lukminto untuk Hal Lain
Iwan Setiawan Lukminto selaku debitur, diduga menyalahgunakan dana kredit bank BUMD untuk memenuhi kebutuhan yang lain, salah satunya membayar utang,
Penulis:
Rifqah
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka kasus kredit bank dan kini telah resmi ditahan pada Rabu (21/5/2025).
Diketahui, Iwan Setiawan Lukminto menjabat sebagai Dirut PT Sritex pada 2005-2022 saat perkara terjadi.
Kemudian, setelahnya, kakak dari Iwan Kurniawan Lukminto itu menjabat Komisaris Utama PT Sritex.
Dalam kasus ini, Kejagung mengungkap ada prosedur melawan hukum dalam pemberian kredit bank kepada Sritex.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengatakan kasus ini berawal saat Sritex menerima pinjaman uang dari sejumlah bank.
Adapun, kredit diberikan dari himpunan bank milik negara hingga bank pemerintah daerah.
Lalu, pelunasan kredit itu mengalami masalah hingga jumlah yang belum dilunasi pada Oktober 2024, mencapai triliunan rupiah.
"Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex Rejeki Isman Tbk, dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 Rp3.588.650.808.28,57," kata Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (21/5/2025).
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp395.663.215.800.
Sementara itu, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp2,5 triliun.
Adapun, status kedua bank tersebut masih sebatas saksi.
Baca juga: Awal Kejagung Endus Korupsi Sritex Berujung Iwan Setiawan Jadi Tersangka: Tiba-tiba Rugi Rp15,65 T
Berbeda dengan BJB dan Bank DKI, yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.
Dilansir Kompas.com, Kejagung menyebutkan, BJB dan Bank DKI telah memberikan kredit hingga senilai Rp692.980.592.188.
Rinciannya, Bank BJB memberikan kredit sebesar Rp543.980.507.170. Sementara, dari Bank DKI Jakarta memberikan kredit sebesar Rp149.007.085.018,57.
Angka pinjaman Rp692 miliar ini ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran.
Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.
Kredit Bank Disalahgunakan Eks Dirut Iwan Setiawan Lukminto
Abdul Qohar mengatakan Iwan Setiawan Lukminto selaku debitur, diduga menyalahgunakan dana kredit bank BUMD untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Eks dirut tersebut diketahui memanfaatkan dana kredit itu untuk membayar sejumlah utang kepada pihak ketiga.
Selain itu, Iwan Setiawan Lukminto juga membeli sejumlah aset, antara lain pembelian tanah di beberapa wilayah.
Padahal, dalam perjanjiannya, dana kredit itu semestinya diperuntukkan untuk modal kerja di PT Sritex.
Sehingga, penggunaan dana kredit itu tidak sesuai akad atau perjanjian dengan pihak bank.
"Tetapi berdasarkan hasil penyidikan hang tersebut tidak digunakan untuk modal kerja, tapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif," jelas Qohar.
"Ada di beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya," jelas Qohar.
2 Eks Petinggi Bank BUMD Turut Jadi Tersangka
Dalam kasus ini, selain Iwan Setiawan Lukminto, dua mantan petinggi bank BUMD juga menjadi tersangka dan turut ditahan.
Mereka adalah Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa, dan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.
Abdul Qohar mengatakan Dicky dan Zainuddin diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum kepada PT Sritex melalui Iwan Setiawan Lukminto, karena tidak melakukan analisis dan menaati prosedur saat memberikan kredit kepada Sritex yang saat itu dipimpin Iwan Setiawan Lukminto.
Pasalnya, berdasarkan penilaian dari Lembaga Pemeringkat Fitch dan Moodys, PT Sritex memiliki peringkat BB, atau sebagai perusahaan yang berisiko gagal bayar cukup tinggi sehingga tidak layak diberi kredit tanpa adanya jaminan.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A, yang seharusnya wajib dilakukan sebelum diberikan fasilitas kredit," kata Abdul Qohar.
Perbuatan kedua tersangka itu bertentangan dengan ketentuan Standar Operasional Prosedur Bank serta Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus menerapkan prinsip kehati-hatian.
Hal itu kemudian dibuktikan dengan macetnya pembayaran kredit yang dilakukan oleh PT Sritex kepada kedua BUMD tersebut.
Atas perbuatan ketiganya, mereka dinyatakan telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com/Shela Octavia)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.