Kasus di PT Sritex
Istana Minta Kejagung Tak Pandang Bulu di Kasus Korupsi Sritex: Kita Back Up, Ini Bukan Kasus Kecil
Istana sebut kasus korupsi di Sritex merupakan bukti pemerintahan Presiden Prabowo Subianto benar-benar berkomitmen menegakkan pemberantasan korupsi.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, meminta kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak pandang bulu dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex.
Prasetyo menegaskan, kasus tersebut merupakan bukti bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto benar-benar berkomitmen menegakkan pemberantasan korupsi.
“Masalah Sritex tentu itu yang pertama adalah membuktikan, bahwa kita betul-betul sekali lagi bekerja keras untuk menegakkan pemberantasan terhadap tindak-tindak pidana, terutama salah satunya tindak pidana korupsi,” kata Prasetyo, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (23/5/2025), dilansir KompasTV.
“Dalam kasus Sritex itulah yang membuktikan bahwa siapapun itu, tidak memandang bulu teman-teman Kejaksaan, kalau buktinya kuat ya ditindak,” ujarnya.
Pasalnya, menurut Prasetyo, penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Akibatnya, hal tersebut merugikan karyawan di Sritex yang jumlahnya kurang lebih hampir capai 10 ribu.
“Akibat ekonominya juga ini banyak, industri tekstil kita dianggap sedang bermasalah dan seterusnya, padahal ternyata ada faktor juga dari sisi manajemen pemiliknya yang seperti ini,” ujar Prasetyo.
“Yang kedua juga ini menjadi alarm juga bagi kita, bahwa kita mendapatkan fakta ternyata banyak juga, dalam tanda kutip ya, oknum-oknum dari perbankan kita yang menyalahgunakan kewenangannya dengan memberikan kredit ke perusahaan yang tidak seharusnya,” ucapnya.
Oleh karena itu, Prasetyo mengatakan, Istana akan menjaga Kejaksaan untuk bisa mengungkap dengan terang kasus Sritex.
Lantaran, katanya, kasus korupsi yang terjadi di Sritex ini bukan merupakan perkara yang kecil.
“Jadi mohon doa restu kita back up teman-teman di Kejaksaan, itu kan juga bukan kasus yang ringan dan bukan kasus yang kecil."
Baca juga: Kejagung Dalami Kaitan Aliran Kredit yang Disalahgunakan Iwan Lukminto dengan Kepailitan Sritex
"Bagaimanapun Sritex adalah perusahaan tekstil kita yang paling kita anggap paling baik, skala internasional, produknya sudah diakui, dunia kan,” ujar Prasetyo.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dan memeriksa sebanyak 55 saksi.
Tiga tersangka tersebut adalah Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto dan dua mantan petinggi bank BUMD, yakni Zainuddin Mappa, dan Dicky Syahbandinata.
Ketiga tersangka dijerat Pasal ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam perkara ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp692.987.592.188,00 dari total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.
Kejagung Dalami Kaitan Aliran Kredit yang Disalahgunakan Iwan Lukminto dengan Kepailitan Sritex
Diketahui, Kejagung kini tengah mendalami keterkaitan antara aliran kredit yang disalahgunakan oleh tersangka kasus kredit bank, yakni Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, dengan kepailitan perusahaan.
“(Masih didalami) apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank."
"Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jumat (23/5/2025), dilansir Kompas.com.
Untuk diketahui, sejak dinyatakan pailit pada Oktober 2024 lalu, Sritex telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ribuan pekerjanya.
Sejauh ini, penyidik telah menemukan adanya keanehan dalam keuangan Sritex, kejanggalan ini mulai terendus sejak 2020-2021 lalu.
Pada 2020, laporan keuangan Sritex mencatat bahwa perusahaan masih memperoleh laba sebanyak Rp1,24 triliun.
Namun, angka ini menurun drastis di tahun berikutnya, yakni pada 2021, Sritex justru mengalami kerugian hingga Rp15,65 triliun.
Harli mengatakan, kejanggalan tersebut ini pintu masuk bagi penyidik untuk mendeteksi adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para tersangka.
Dia menilai, jika pemberian kredit dari bank daerah dan bank pemerintah ini dipergunakan sesuai peruntukan awal, mungkin Sritex masih beroperasi hingga saat ini.
“Artinya, kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” ujar Harli.
Diketahui bahwa kredit yang diberikan oleh bank justru disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto.
Penyidik pun masih mendalami terkait aliran kredit sebesar Rp692 miliar yang disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.
Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.
Kredit Macet Sritex Capai Rp3,58 Triliun
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengatakan kasus ini berawal saat Sritex menerima pinjaman uang dari sejumlah bank.
Adapun, kredit diberikan dari himpunan bank milik negara hingga bank pemerintah daerah.
Lalu, pelunasan kredit itu mengalami masalah hingga jumlah yang belum dilunasi pada Oktober 2024, mencapai triliunan rupiah.
"Penyidik memperoleh alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex Rejeki Isman Tbk, dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 Rp3.588.650.808.28,57," kata Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Rabu (21/5/2025).
Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp395.663.215.800.
Sementara itu, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari tiga bank BUMN, juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp2,5 triliun.
Adapun, status kedua bank tersebut masih sebatas saksi.
Berbeda dengan dua bank daerah yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.
Kejagung menyebutkan, dua bank daerah itu telah memberikan kredit hingga senilai Rp692.980.592.188.
Rinciannya, bank daerah pertama memberikan kredit sebesar Rp543.980.507.170. Sementara, dari bank daerah kedua memberikan kredit sebesar Rp149.007.085.018,57.
Angka pinjaman Rp692 miliar inilah yang ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran.
Iwan Setiawan Pakai Kredit Bank untuk Beli Tanah dan Bayar Utang
Abdul Qohar mengatakan Iwan Setiawan Lukminto selaku debitur, diduga menyalahgunakan dana kredit bank BUMD untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Eks dirut tersebut diketahui memanfaatkan dana kredit itu untuk membayar sejumlah utang kepada pihak ketiga.
Selain itu, Iwan Setiawan Lukminto juga membeli sejumlah aset, antara lain pembelian tanah di beberapa wilayah.
Padahal, dalam perjanjiannya, dana kredit itu semestinya diperuntukkan untuk modal kerja di PT Sritex.
Sehingga, penggunaan dana kredit itu tidak sesuai akad atau perjanjian dengan pihak bank.
"Tetapi berdasarkan hasil penyidikan hang tersebut tidak digunakan untuk modal kerja, tapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif," jelas Qohar.
"Ada di beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) (Kompas.com/Shela)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.