Selasa, 19 Agustus 2025

Berkaitan dengan Jokowi, Jimly Beberkan Alasan Internal Berhentikan Anwar Usman Sebagai Ketua MK

Jimly menyebut MKMK memutuskan jalan tengah yang lebih efektif yakni mencopot Anwar dari jabatan ketua, bukan dari posisi hakim.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
PERKARA ANWAR USMAN - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Ia membeberkan pertimbangan internal Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) saat menjatuhkan sanksi kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam kasus dugaan pelanggaran etik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie membeberkan pertimbangan internal Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) saat menjatuhkan sanksi kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam kasus dugaan pelanggaran etik.

Saat menangani perkara yang terjadi menjelang Pilpres 2024 tersebut, Jimmly ditunjuk sebagai Ketua MKMK. 

Dua anggota lainnya adalah eks anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih dan hakim konstitusi paling senior Wahiduddin Adams.

Menurut Jimly, MKMK secara realistis memilih memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK, bukan dari keanggotaan hakim konstitusi, demi mencegah kekacauan yang lebih besar.

 

Mengingat Pilpres 2024 saat itu di tengah tahapan menuju pencalonan.

“Anwar Usman kami berhentikan sebagai Ketua MK. Dia mengadu ke Pengadilan TUN. Bayangkan seandainya dia diberhentikan sebagai anggota, bukan sebagai ketua. Kalau dia diberhentikan sebagai anggota, apa yang akan terjadi? Yang akan terjadi adalah harus keluar Keppres,” kata Jimly dalam diskusi daring yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Rabu (11/6/2025).

Jimly menjelaskan, jika pemberhentian dilakukan terhadap status Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, maka Keputusan Presiden (Keppres) perlu diterbitkan. 

Hal itu dinilai berisiko karena keputusan akhir tetap akan berada di tangan Presiden Joko Widodo kala itu, yang dalam hal ini adalah kakak ipar Anwar Usman.

“Keppres akan bertanya, kakak iparnya nih, ‘ini sudah final belum putusan di MKMK?’. Ya pasti tidak final karena dia mengadu ke Pengadilan TUN. Maka sampai pemilu pun selesai dia masih tetap akan menjadi ketua. Bagaimana nasib Pilpres 2024 seandainya ketuanya tidak berubah?,” ujar Jimmly.

Untuk menghindari kebuntuan hukum dan politik, Jimly menyebut MKMK memutuskan jalan tengah yang lebih efektif yakni mencopot Anwar dari jabatan ketua, bukan dari posisi hakim.

“Yang realistis dan efektif diberhentikan sebagai ketua dengan empat sanksi tambahan,” tuturnya.

Selain diberhentikan dari jabatan ketua, MKMK memberikan empat sanksi tambahan kepada Anwar Usman.

Anwar dilarang mencalonkan diri kembali dalam pemilihan Ketua MK, serta tidak diperbolehkan menangani perkara terkait pemilihan presiden karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan mengingat hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi. 

Ia juga dilarang menangani perkara yang melibatkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), sebab ada hubungan kekerabatan dengan Ketua Umum Kaesang Pangarep.

Sebagai informasi, Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh MKMK pada November 2023 karena dinyatakan melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Kasus ini mencuat setelah MK memutus perkara syarat usia capres-cawapres (Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023), yang dianggap menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar Usman.

Putusan tersebut memicu dugaan konflik kepentingan, karena Anwar Usman memiliki hubungan keluarga langsung dengan pihak yang diuntungkan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan