Minggu, 10 Agustus 2025

Revisi KUHAP

Revisi KUHAP, LPSK Minta Hak Warga Binaan Bagi Terpidana yang Tidak Bayar Restitusi Dicabut

Ketua LPSK Achmadi, mengusulkan sanksi tegas terhadap terpidana yang tidak menjalankan kewajiban membayar restitusi kepada korban. 

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
RUU KUHAP - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan LPSK dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Ketua LPSK Achmadi mengusulkan sanksi tegas terhadap terpidana yang tidak menjalankan kewajiban membayar restitusi kepada korban.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Achmadi, mengusulkan sanksi tegas terhadap terpidana yang tidak menjalankan kewajiban membayar restitusi kepada korban. 

Usulan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Dalam usulannya, Achmadi meminta agar Pasal 175 ayat (7) dalam rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diubah untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam pelaksanaan eksekusi restitusi.

Achmadi meminta agar ketika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi untuk membayar restitusi, maka terpidana dikenai pidana penjara pengganti yang tidak melebihi pidana pokoknya, dan/atau tidak lagi berhak atas hak-haknya sebagai warga binaan.

"Jika harta kekayaan terpidana yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mencukupi biaya restitusi terpidana dikenai dipidana penjara pengganti tidak melebihi pidana pokoknya dan/atau tidak berhak mendapatkan haknya sebagai warga binaan," kata Achmadi dalam rapat.

Baca juga: Komisi III DPR Gelar Rapat Bahas RUU KUHAP di Masa Reses

Achmadi menyebut, Pasal 81 hingga 83 KUHP telah memberikan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan putusan restitusi.

"Untuk itu, dalam menegakkan eksekusi putusan restitusi juga perlu memuat substansi yang dapat mendorong pelaku untuk bisa membayar restitusi. Salah satunya melalui pidana pengganti dan hilangnya hak terpidana ketika menjadi warga binaan," ujarnya.

Selain itu, LPSK juga mengusulkan perubahan pada Pasal 172 ayat (2) terkait komponen ganti kerugian. Dalam draf usulan, ditambahkan satu huruf baru, yakni huruf (d), yang memuat ketentuan tentang “ganti kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana”.

Baca juga: Komisi III DPR Bakal Undang Mahasiswa Untuk Bahas Revisi KUHAP Pekan Depan, Ada Dari UGM dan UI

Achmadi menjelaskan bahwa tidak semua kerugian yang dialami korban berkaitan langsung dengan peristiwa pidana, namun ada juga kerugian yang muncul sebagai implikasi dari proses hukum yang dijalani korban.

"Sebagai contoh penggantian biaya transportasi dasar biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum," ungkapnya.

Lebih lanjut, Achmadi mengusulkan agar Pasal 173 juga dilengkapi dengan ayat tambahan yang memperluas pihak yang dapat mengajukan restitusi. 

Dalam ayat (2) yang diusulkan, disebutkan bahwa restitusi dapat diajukan oleh korban, keluarga, dan/atau ahli warisnya kepada pengadilan.

Dia menegaskan, kejelasan hukum acara mengenai restitusi akan membantu korban memperoleh hak-haknya, sekaligus memberikan panduan yang jelas bagi aparat penegak hukum dalam menjalankan mekanisme restitusi.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan