Minggu, 7 September 2025

Revisi KUHAP

YLBHI Sorot 4 Pasal Krusial di Draf Revisi KUHAP, Satu di Antaranya Soal TNI Jadi Penyidik

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi 4 pasal dalam draf revisi Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
YLBHI - Ketua YLBHI Muhamad Isnur di Gedung LBH-YLBHI, Jakarta, Minggu (2/6/2024). Ia mengkritisi 4 pasal dalam draf revisi Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi 4 pasal dalam draf revisi Rancangan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

YLBHI didirikan pada 28 Oktober 1970 atas inisiatif Adnan Buyung Nasution yang didukung penuh Ali Sadikin sebagai Gubernur Jakarta saat itu. Saat ini YLBHI memiliki 17 kantor cabang LBH di 17 Provinsi.

Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur mengatakan empat pasal yang dikritisi pihaknya di antaranya, Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 20 ayat (2).

"Menurut kami, (kedua pasal tersebut) membuka ruang bagi TNI untuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum dan melakukan upaya paksa," kata Isnur dalam RDPU dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

"Menurut kami, (kedua pasal tersebut) membuka ruang bagi TNI untuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum dan melakukan upaya paksa," kata 
Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam RDPU dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

Adapun pasal tersebut dinilai membuka ruang bagi TNI untuk memiliki kewenangan yang lebih luas, termasuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum.

Selain dua pasal tersebut, Pasal 87 ayat (4) RKUHAP terkait penangkapan dan Pasal 92 ayat (4) terkait penahanan juga disorot YLBHI.

Baca juga: RUU KUHAP Diprotes, DPR Undang YLBHI dan Organisasi Advokat Bahas Ulang

Menurut dia, dalam Pasal 87 ayat (4) dan 92 ayat (4) yang mengatur bagaimana penangkapan dan penahanan oleh penyidik, pada versi semula, DPR hanya mencantumkan frasa TNI laut ya.

Namun, dalam Daftar Inventarisir Masalah versi pemerintah frasa angkatan laut tersebut dihapuskan.

"Menurut kami, hal ini berbahaya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI dan akan mengacaukan sistem peradilan pidana," kata dia.

Baca juga: KPK Desak Pembahasan RUU KUHAP Transparan dan Libatkan Semua Pihak

Isnur mengatakan keterlibatan TNI dalam penanganan kasus pidana umum akan memunculkan penyalahgunaan kewenangan. 

"Pelanggaran HAM bisa terjadi dalam urusan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, bahkan terhadap penetapan tersangka," ucapnya.

Isnur pun meminta ketentuan tersebut dihapus, termasuk frasa penyidik utama di penyidik kepolisian.

"Ini dihapus saja ketentuan TNI menjadi penyidik dan juga dihapus frasa penyidik utama di penyidik kepolisian," kata Isnur.

Komisi III DPR RI kembali mengundang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan sejumlah organisasi advokat, dalam rangka membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan