Sabtu, 6 September 2025

Revisi KUHAP

KPK Surati Presiden Prabowo dan DPR Minta Audiensi Soal Revisi KUHAP, Khawatir Kewenangan Dikebiri

KPK mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta audiensi khusus. 

Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
KPK - Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). KPK mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta audiensi khusus. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meminta audiensi khusus. 

Langkah ini diambil menyusul kekhawatiran mendalam lembaga antirasuah terhadap sejumlah pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai berpotensi besar mengkerdilkan hingga melumpuhkan kewenangan khusus KPK dalam memberantas korupsi.

KPK telah mengidentifikasi setidaknya 17 poin krusial dalam RKUHAP yang dianggap tidak sinkron dan mengancam independensi serta efektivitas kerja lembaga tersebut.

"Kami telah menyampaikan surat ke Ketua DPR dengan tembusan Ketua Komisi III. Kami menyampaikan harapan untuk bisa beraudiensi," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

"Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, dengan tembusan kepada Menteri Hukum dan HAM," sambungnya.

Baca juga: Undang YLBHI, Komisi III DPR Pastikan Tidak Ada yang Ditutup-tutupi Dalam Pembahasan RUU KUHAP

Langkah proaktif ini diambil karena KPK merasa tidak dilibatkan secara langsung dalam perkembangan pembahasan RUU KUHAP

Padahal, menurut Imam, KPK memiliki temuan-temuan krusial hasil kajian internal bersama para ahli yang juga didengar keterangannya oleh pemerintah dan DPR.

Kekhawatiran utama KPK adalah potensi degradasi asas lex specialis (kekhususan hukum) yang melekat pada Undang-Undang KPK. 

Baca juga: Bahas RUU KUHAP, YLBHI Beri Catatan Penting pada Pasal Imunitas Advokat

Sejumlah pasal dalam RKUHAP, menurut KPK, dapat menjadi pintu masuk bagi para tersangka korupsi untuk lepas dari jerat hukum.

"Pasal yang bertentangan semacam ini seringkali menjadi pintu masuk bagi tersangka atau terdakwa untuk lepas dari jerat penegakan hukum. Itu yang kami khawatirkan," ujar Imam.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa temuan kritis tersebut akan menjadi bahan utama yang dibawa dalam audiensi dengan presiden dan parlemen. 

"Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan. Dan tentu nanti hasilnya juga akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan," kata Budi dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).

Beberapa poin krusial yang disorot KPK antara lain:

  1. Ancaman Independensi Penyelidikan: Pasal 20 RKUHAP mengisyaratkan penyelidikan harus dikoordinasikan dan diawasi oleh Polri. Hal ini dinilai bertentangan dengan independensi KPK dan kewenangan supervisi yang justru dimiliki KPK.
  2. Birokrasi Baru: Pasal 7 dan 8 RKUHAP mengindikasikan penyerahan berkas perkara harus melalui Polri, padahal selama ini penyidik KPK dapat langsung melimpahkannya ke penuntut umum KPK.
  3. Pelemahan Upaya Paksa: Kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK sejak tahap penyelidikan tanpa izin pengadilan terancam dihapus, karena RKUHAP mensyaratkan izin Ketua Pengadilan Negeri dan hanya bisa dilakukan saat penyidikan.
  4. Potensi Perlambatan Perkara: RKUHAP mengatur sidang pokok perkara tidak bisa berjalan selama proses praperadilan berlangsung. Dengan banyaknya jenis upaya paksa yang bisa dipraperadilankan, hal ini dikhawatirkan akan menghambat asas peradilan cepat.
  5. Ambiguitas Status Penuntut KPK: Definisi penuntut umum dalam draf RKUHAP berpotensi tidak mengakui secara eksplisit penuntut yang diangkat secara mandiri oleh pimpinan KPK.

Melalui surat dan permintaan audiensi ini, KPK berharap dapat berdialog langsung dengan para pembuat kebijakan untuk memastikan semangat pemberantasan korupsi tidak terdegradasi. 

KPK menegaskan, meski mendukung semangat pembaharuan hukum, sinkronisasi RKUHAP dengan UU KPK sebagai lex specialis adalah harga mati untuk menjaga efektivitas perang melawan korupsi yang disebut sebagai masalah terbesar bangsa.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan