Malam 1 Suro 2025 Jatuh pada Tanggal Berapa? Cek Jadwalnya
Malam 1 Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, bertepatan dengan malam ke-1 Muharram berdasarkan kalender Islam.
Penulis:
Farrah Putri Affifah
Editor:
Suci BangunDS

TRIBUNNEWS.COM - Malam 1 Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, bertepatan dengan malam ke-1 Muharram berdasarkan kalender Islam.
Malam 1 Suro yang juga merupakan peringatan Tahun Baru Jawa diperingati setiap tahun dan menjadi budaya di pulau Jawa.
Biasanya akan ada tradisi di setiap wilayah untuk merayakan Malam 1 Suro.
Malam 1 Suro biasanya dirayakan pada malam hari, mulai dari matahari terbenam.
Malam 1 Suro Jatuh Pada Tanggal Berapa?
Malam 1 Suro 2025 yang bertepatan dengan malam 1 Muharram 1447 H, dipastikan akan jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025, dimulai setelah matahari terbenam.
Hari berikutnya, Jumat 27 Juni 2025, adalah hari pertama tahun baru Jawa/Islam di siang harinya.
Sejarah Malam 1 Suro
Penanggalan Hijriyah, yang digunakan umat Islam di seluruh dunia, pertama kali ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dikutip dari Gramedia.
Ia menetapkan 1 Muharram sebagai awal tahun dalam kalender Islam, sebuah sistem penanggalan yang dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.
Penanggalan ini kemudian dikenal dan digunakan di berbagai wilayah Islam, termasuk tanah Jawa.
Baca juga: Resep Bubur Suro, Sajian Khas Perayaan Tahun Baru Islam atau 1 Muharram
Masuknya Islam ke tanah Jawa membawa pengaruh besar, termasuk dalam sistem penanggalan.
Sekitar tahun 931 H (1525 M), Sunan Giri II, salah satu tokoh penting dari Wali Songo, menyelaraskan penanggalan Hijriyah Islam dengan kalender Jawa yang saat itu masih berbasis kalender Saka (Hindu-Buddha).
Namun, langkah besar dalam penyatuan penanggalan ini dilakukan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Kesultanan Mataram.
Pada tahun 1633 M, Sultan Agung secara resmi menciptakan sistem Kalender Jawa Islam, dengan 1 Suro sebagai titik awalnya, yang identik dengan 1 Muharram Hijriyah.
Ia ingin menyatukan rakyatnya yang terdiri dari dua golongan utama santri (golongan yang taat menjalankan ajaran Islam) dan abangan (masyarakat yang memegang kuat tradisi dan kepercayaan lokal).
Dengan menyatukan kalender Hijriyah dan sistem penanggalan Jawa, Sultan Agung berharap tidak ada lagi sekat keyakinan atau kebudayaan, dan masyarakat bisa memiliki satu sistem waktu yang dihormati bersama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.