Jumat, 5 September 2025

MK Putuskan Pemilu 2029 Tidak Lagi Serentak, DPR Siap Revisi UU Pemilu

Ia menyatakan bahwa putusan tersebut akan menjadi salah satu dasar utama dalam pembahasan revisi UU Pemilu.

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI memastikan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut hal ini sebagai bagian dari kewenangan konstitusional DPR.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pihaknya menghormati dan akan menindaklanjuti putusanMK terkait pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal yang tidak lagi digelar secara serentak.

“Sebagai Ketua Komisi II DPR RI tentu kami menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan adanya pendapat hukum dari Mahkamah Konstitusi untuk menghadirkan pemilu nasional dan pemilu lokal,” ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (26/6/2025).

Ia menyatakan bahwa putusan tersebut akan menjadi salah satu dasar utama dalam pembahasan revisi UU Pemilu.

Komisi II sedang mengkaji berbagai formula teknis dan yuridis untuk merealisasikan skema dua tahap pemilu seperti yang diputuskan MK.

“Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi salah satu konsen bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti putusan MK,” tegas Rifqi.

Baca juga: Catatan DKPP Soal Pemilu dan Pilkada 2024: Bawaslu Tidak Transparan, KPU Tak Profesional

Menurutnya, pemilu lokal berpotensi digelar sekitar tahun 2031, dua tahun setelah pemilu nasional 2029. Namun, transisi itu memerlukan pengaturan normatif agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan di daerah.

“Kalau bagi pejabat gubernur, bupati, wali kota itu kita bisa menunjuk penjabat seperti yang kemarin, tetapi kalau anggota DPRD, satu-satunya cara dengan cara memperpanjang masa jabatan,” katanya.

Rifqi juga menyebut bahwa pembahasan revisi UU Pemilu masih menunggu arahan resmi dari pimpinan DPR sebelum bisa dimulai di Komisi II.

“Hal-hal inilah yang nantinya menjadi dinamika perumusan RUU Pemilu,” tambahnya.

Baca juga: MK Lagi-lagi Tolak Gugatan UU TNI, Mahasiswa Dinilai Tak Punya Hak Menggugat

Sebelumnya, MK dalam putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu nasional dan lokal harus dipisah.

Pemilu nasional mencakup pemilihan presiden, DPR RI, dan DPD RI. Pemilu lokal mencakup pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Putusan itu dibacakan majelis hakim konstitusi dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis, 26 Juni 2025. 

MK menilai pelaksanaan pemilu secara serentak menimbulkan persoalan teknis dan beban berat bagi penyelenggara, serta menurunkan kualitas pemilu secara keseluruhan.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut keserentakan menghambat partai politik dalam mempersiapkan kader secara optimal.

Akibatnya, proses rekrutmen menjadi pragmatis dan berorientasi elektoral semata.

UU TNI - Majelis hakim konstitusi membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/6/2026). Majlis hakim dalam putusannya menyatakan gugatan uji materi UU TNI tidak dapat diterima. 
UU TNI - Majelis hakim konstitusi membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/6/2026). Majlis hakim dalam putusannya menyatakan gugatan uji materi UU TNI tidak dapat diterima.  (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampaow)

MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban pelaksanaan pemilu dalam satu waktu serentak.

Baca juga: Viral Oknum Anggota TNI AL Tampar Pemuda di Sulbar, Begini Penjelasan Lanal Mamuju

Penafsiran baru MK mengatur pemungutan suara dilakukan dua tahap: pertama untuk pemilu nasional, disusul pemilu lokal maksimal dua setengah tahun setelahnya. Seluruh aturan teknis pemilu wajib disesuaikan dengan penafsiran baru ini.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan