Rabu, 20 Agustus 2025

Sopir Truk Demo ODOL

Alasan Sopir Truk Gelar Demo ODOL Lagi, Tuntutan Tolak Kebijakan Berpotensi Tambah Pengangguran

Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan para pengemudi atau sopir kendaraan logistik terhadap rencana kebijakan pemerintah soal Zero ODOL.

|
Surya/Habibur Rohman
DEMO SOPIR TRUK - Massa demonstran mengatasnamakan diri sebagai Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) berdatangan memasuki kota Surabaya melalui Bundaran Waru dan Jl A Yani Surabaya, Kamis (19/6/2025). Aksi long march dengan membentangkan kain merah dan putih sepanjang 1 Km ini melibatkan 785 truk, bertujuan menyuarakan berbagai macam aspirasi seluruh kalangan sopir truk dari 84 elemen yang tersebar se-Jatim. (SURYA/HABIBUR ROHMAN). Aksi ini digelar sebagai bentuk keprihatinan para pengemudi atau sopir kendaraan logistik terhadap rencana kebijakan pemerintah soal Zero ODOL. 

Tanpa penyesuaian daya dukung jalan tersebut, kebijakan ini berpotensi menimbulkan masalah baru, termasuk kenaikan biaya logistik.

Semua pihak sepakat bahwa Zero ODOL penting untuk menghapus praktik kendaraan yang melebihi kapasitas muatan dan dimensi yang diizinkan.

Namun, hingga kini, implementasinya masih terkendala, terutama akibat kondisi jalan yang belum memadai di daerah-daerah sentra produksi dan distribusi barang.

Atas hal tersebut, Direktur Eksekutif Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Budi Wiyono, mengungkap sejumlah persoalan mendasar.

Menurutnya, perbedaan signifikan antara daya dukung jalan di Indonesia dengan standar internasional menjadi tantangan serius.

“Jika ini tidak diperbaiki, Zero ODOL justru bisa menyebabkan peningkatan biaya logistik karena memerlukan lebih banyak truk untuk mengangkut barang yang sama,” ujar Dalam Focus Group Discussion (FGD) “Mencari Solusi Penerapan Zero ODOL 2026” yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Ia menjelaskan bahwa banyak jalan di Indonesia belum disesuaikan dengan perkembangan sistem angkutan internasional.

“Kita sudah pernah sampaikan ini ke Bappenas. Standar gandar harus sesuai perkembangan teknologi. Kerusakan jalan terjadi karena jalan memang tidak standar,” katanya.

Dia kemudian mencontohkan di Eropa, penggunaan single tires diterapkan untuk mengurangi beban kendaraan.

Selain itu, Indonesia juga belum memiliki standar angkutan yang spesifik berdasarkan jenis barang, misalnya untuk minuman atau hasil pertanian.

(Tribunnews.com/Rifqah/Eko/Siti) (Kompas.com)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan