Jumat, 19 September 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Sosok 2 Legislator PDIP yang Menangis Dengar Jawaban Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998

MY Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends, menangis mendengar penjelasan Fadli Zon soal penyangkalan kasus pemerkosaan massal 1998.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
KEKERASAN SEKSUAL 1998 - Dua anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP yakni My Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends, menangis mendengar penjelasan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, soal penyangkalan kasus rudapaksa massal pada 1998. Hal itu terjadi dalam rapat kerja (raker) Komisi X DPR RI dengan Fadli Zon, pada Rabu (2/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Dua anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) MY Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends menangis mendengar penjelasan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal penyangkalan kasus pemerkosaan massal pada 1998.

Hal itu terjadi dalam rapat kerja (raker) Komisi X DPR RI dengan Fadli Zon, Rabu (2/7/2025).

Lantas siapakah sosok MY Esti Wijayati dan Mercy Chriesty Barends?

MY Esti Wijayati

MY Esti saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI.

Ia merupakan alumni SMA II IKIP Pakem yang kini menjadi SMA Negeri 1 Pakem.

Setelah itu, Esti melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

Sebelum menjadi anggota DPR RI, dirinya pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Sleman serta Anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode sebelumnya.

Ia juga pernah tergabung dalam jajaran "Dewan Kolonel" (Kelompok anggota DPR RI yang mendukung pencalonan Puan Maharani sebagai Presiden Indonesia untuk Pemilihan umum Presiden 2024) yang ada di PDIP.

Mercy Chriesty Barends

Mercy Chriesty Barends saat ini menjabat sebagai Anggota Komisi X DPR RI.

Dikutip dari situs resmi DPR RI, semasa muda, Mercy menempuh pendidikan di Ambon, Maluku. 

Ia lulus dari SMA Negeri 1 Ambon pada 1991 kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Teknik Mesin Kapal UNPATTI (1991-2000).

Baca juga: Dua Legislator PDIP Menangis Dengar Jawaban Fadli Zon Terkait Penyangkalan Rudapaksa Massal 1998

Sebelumnya, Mercy Chriesty Barends telah menjabat sebagai Anggota DPR RI pada periode 2014-2019 dan 2019-2024.

Pengalamannya yang lain ialah sebagai Anggota DPRD Provinsi Maluku (2004-2009), Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku (2012-2014), dan Anggota DPRD Provinsi Maluku (2009-2012).

Sedangkan pada tahun 1997-2010, dirinya menjabat sebagai Direktur Eksekutif LPPM/Maluku.

Tangis 2 Legislator PDIP

Awalnya, Fadli Zon menegaskan bahwa diksi massal identik dengan terstruktur dan sistematis.

Ia menyebut bahwa soal kekerasan seksual massal yang ramai di media merupakan pendapat pribadinya.

"Soal penulisan sejarah itu pendapat saya pribadi soal diksi massal itu, kenapa? Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis," ucap Fadli di Ruang Rapat Komisi X DPR, Senayan, Jakarta.

Ia mengklaim tidak menegasikan kekerasan seksual pada konflik 1998.

Menurutnya, perbedaan pendapat dalam sebuah forum merupakan hal yang wajar.

"Saya kira perbedaan-perbedaan pendapat mungkin di dalam forum yang lain bukan saya sebagai Menteri Kebudayaan."

"Saya siap sebagai seorang sejarawan, sebagai seorang peneliti untuk mendiskusikan ini dan sangat terbuka," imbuhnya.

Mendengar jawaban Fadli Zon, MY Esti mengaku sakit hati. Ia menegaskan Fadli Zon tidak memiliki kepekaan terhadap para korban.

"Semakin Pak Fadli Zon ini bicara, rasanya kenapa semakin sakit dia? Soal pemerkosaan, mungkin sebaiknya nggak perlu di forum ini, Pak," ucapnya sambil menangis.

"Karena saya pas kejadian itu juga enggak ada di Jakarta sehingga saya tidak bisa pulang beberapa hari. Tetapi ini semakin menunjukkan Pak Fadli Zon tidak punya kepekaan terhadap persoalan yang dihadapi korban perkosaan," ungkapnya.

Kemudian, Fadli Zon menimpali jawaban MY Esti. Ia mengakui bahwa peristiwa kekerasan seksual itu terjadi.

"Saya mengakui, dalam penjelasan saya, saya mengakui terjadi peristiwa itu," jawab Fadli.

Setelah itu, Mercy Chriesty Barends menegaskan pentingnya keberanian negara dalam mengakui dan meminta maaf atas berbagai peristiwa kelam tersebut. 

Ia secara emosional mengingat kembali pengalaman pribadinya sebagai bagian dari tim pendokumentasian testimoni korban kekerasan seksual dari berbagai daerah konflik seperti Maluku, Papua, dan Aceh.

“Saya termasuk bagian yang ikut mendata itu, testimoni. Sangat menyakitkan. Kita bawa itu testimoni dalam desingan peluru,” ujarnya sambil terisak.

Mercy juga menyinggung soal minimnya pengakuan negara terhadap kekerasan seksual yang terjadi secara massal, khususnya pada kerusuhan Mei 1998. 

Dirinya menyesalkan pernyataan yang menyangsikan adanya kekerasan seksual sistematis, apalagi sebagian besar korban berasal dari satu etnis tertentu.

"Bapak bilang tidak terima yang massal. Pak, kebetulan sebagian besar itu satu etnis. Ini kita tidak ingin membuka sejarah kelam itu," tandasnya.

(Tribunnews.com/Deni/Chaerul)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan