Komisi III DPR Sebut RUU KUHAP Berisi 334 Pasal dan 10 Substansi Pokok
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengatakan RUU KUHAP memuat 334 pasal dan mencakup 10 substansi pokok pembaruan hukum acara pidana.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) memuat 334 pasal dan mencakup 10 substansi pokok pembaruan hukum acara pidana.
Hal ini disampaikan Habiburokhman dalam rapat penyerahan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah kepada DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Rapat tersebut dihadiri Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, bersama Wakil Menteri Sekretaris Negara, Bambang Eko Suhariyanto.
"Dalam RUU KUHAP secara keseluruhan memuat 334 pasal," kata Habiburokhman dalam rapat.
Habiburokhman menjelaskan, terdapat 10 substansi pokok dalam RUU KUHAP yang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
Baca juga: Habiburokhman: Komisi III DPR Akan Maraton Bahas RUU KUHAP hingga Akhir Masa Sidang
Pertama, penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru, yaitu restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
Kedua, penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
Ketiga, penguatan peran advokat untuk menjamin keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.
Baca juga: Pemerintah Serahkan Daftar Inventarisasi Masalah Revisi KUHAP ke DPR
Keempat, pengaturan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas, dan lanjut usia.
"Kelima, perbaikan pengaturan terkait mengenai mekanisme upaya paksa dan pelaksanaan kewenangan yang efektif, efisien, akuntabel berdasarkan prinsip perlindungan HAM dan due process of law," ujar Habiburokhman.
Keenam, pengaturan yang lebih komprehensif terkait upaya hukum.
Ketujuh, penguatan asas filosofi hukum acara pidana yang berbasis penghormatan HAM, termasuk penguatan prinsip check and balances.
Kedelapan, penyesuaian dengan perkembangan hukum internasional seperti Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC), serta peraturan perundang-undangan terkait HAM, perlindungan saksi dan korban, serta mekanisme praperadilan.
Kesembilan, modernisasi hukum acara pidana dengan prinsip cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel melalui pemanfaatan teknologi informasi.
"Kesepuluh, revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum melalui pola koordinasi yang lebih baik dan setara," imbuh Habiburokhman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.